“Yang kalah biasanya jantan muda atau tua, terpaksa keluar mencari wilayah baru, dan sering melewati kebun atau permukiman,” jelas dia.
Tercatat sedikitnya 137 insiden konflik manusia-harimau antara tahun 2005 hingga 2023 di 14 kabupaten/kota Sumatra Barat. Sebagian besar kasus ditemukan di kawasan yang hutannya telah terfragmentasi parah, seperti di Lanskap Cagar Alam Maninjau.
Baca juga: Gunung Lawu Batal Masuk Wilayah Kerja Panas Bumi, Kecamatan Jenawi Jadi Alternatif
Adanya tren fragmentasi yang terus meningkat, Hendra mengingatkan bahwa konflik manusia-satwa liar akan terus berulang, bahkan bisa meningkat. Solusinya bukan sekadar mengevakuasi satwa yang muncul, namun membangun tata ruang dan kebijakan berbasis ekologi.
“RTRW harus memuat koridor satwa, jalur jelajah, dan area konservasi yang saling terhubung. Sebab tanpa itu, satwa akan terus keluar hutan karena tak punya lagi ruang hidup,” pesan Hendra.
Belajar hidup berdampingan
Berdasarkan permasalahan ini, Hendra mendorong pendekatan baru dalam mengelola hubungan manusia dan satwa liar, yakni human–wildlife coexistence. Hidup berdampingan secara berkelanjutan. Pendekatan ini terdiri atas empat tahap.
Pertama, Avoidance (penghindaran), yaitu mencegah interaksi langsung melalui perencanaan ruang dan pengamanan ternak. Kedua, Mitigation (Mitigasi) atau mengurangi dampak konflik, misalnya dengan mengusir satwa tanpa melukai dan memberikan kompensasi kerugian.
Baca juga: Rantai Pangan Terkontaminasi Radiasi Cesium-137, Walhi Desak Pemerintah Revisi Regulasi Limbah
Ketiga, Tolerance (Toleransi), yaitu membangun kesadaran dan empati masyarakat terhadap keberadaan satwa liar. Keempat, Coexistence (Koeksistensi) atau menciptakan manfaat bersama, misalnya lewat ekowisata berbasis komunitas atau pertanian ramah satwa.
“Kalau masyarakat bisa melihat harimau bukan sebagai ancaman, tapi sebagai penjaga keseimbangan ekosistem, kita bisa hidup berdampingan dengan damai,” kata dia.
Kehadiran harimau di Kantor BRIN bukan sekadar kisah viral. Melainkan alarm ekologis bahwa hutan di sekitarnya sedang tidak baik-baik saja. Satwa liar tidak sedang menyerang manusia, mereka hanya mencari ruang untuk hidup.
“Harimau bukan musuh kita, mereka adalah cermin dari kesehatan hutan. Jika harimau hilang, artinya ekosistem kita runtuh. Menjaga harimau berarti menjaga masa depan kita sendiri,” tegas dia. [WLC02]
Sumber: BRIN







Discussion about this post