Minggu, 26 Oktober 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Satwa Liar Masuk Permukiman, Sinyal Keseimbangan Alam Hutan yang Terganggu

Fragmentasi hutan merupakan akar permasalahan meningkatnya konflik manusia dengan satwa liar. Fragmentasi terjadi ketika hutan besar terpecah-pecah menjadi potongan kecil yang terisolasi dengan jalan, ladang, atau permukiman.

Rabu, 22 Oktober 2025
A A
Penampakan harimau di kawasan Kantor BRIN di Sumtra Barat. Foto Dok. BRIN Sumbar.

Penampakan harimau di kawasan Kantor BRIN di Sumtra Barat. Foto Dok. BRIN Sumbar.

Share on FacebookShare on Twitter

“Yang kalah biasanya jantan muda atau tua, terpaksa keluar mencari wilayah baru, dan sering melewati kebun atau permukiman,” jelas dia.

Tercatat sedikitnya 137 insiden konflik manusia-harimau antara tahun 2005 hingga 2023 di 14 kabupaten/kota Sumatra Barat. Sebagian besar kasus ditemukan di kawasan yang hutannya telah terfragmentasi parah, seperti di Lanskap Cagar Alam Maninjau.

Baca juga: Gunung Lawu Batal Masuk Wilayah Kerja Panas Bumi, Kecamatan Jenawi Jadi Alternatif

Adanya tren fragmentasi yang terus meningkat, Hendra mengingatkan bahwa konflik manusia-satwa liar akan terus berulang, bahkan bisa meningkat. Solusinya bukan sekadar mengevakuasi satwa yang muncul, namun membangun tata ruang dan kebijakan berbasis ekologi.

“RTRW harus memuat koridor satwa, jalur jelajah, dan area konservasi yang saling terhubung. Sebab tanpa itu, satwa akan terus keluar hutan karena tak punya lagi ruang hidup,” pesan Hendra.

Belajar hidup berdampingan

Berdasarkan permasalahan ini, Hendra mendorong pendekatan baru dalam mengelola hubungan manusia dan satwa liar, yakni human–wildlife coexistence. Hidup berdampingan secara berkelanjutan. Pendekatan ini terdiri atas empat tahap.

Pertama, Avoidance (penghindaran), yaitu mencegah interaksi langsung melalui perencanaan ruang dan pengamanan ternak. Kedua, Mitigation (Mitigasi) atau mengurangi dampak konflik, misalnya dengan mengusir satwa tanpa melukai dan memberikan kompensasi kerugian.

Baca juga: Rantai Pangan Terkontaminasi Radiasi Cesium-137, Walhi Desak Pemerintah Revisi Regulasi Limbah

Ketiga, Tolerance (Toleransi), yaitu membangun kesadaran dan empati masyarakat terhadap keberadaan satwa liar. Keempat, Coexistence (Koeksistensi) atau menciptakan manfaat bersama, misalnya lewat ekowisata berbasis komunitas atau pertanian ramah satwa.

“Kalau masyarakat bisa melihat harimau bukan sebagai ancaman, tapi sebagai penjaga keseimbangan ekosistem, kita bisa hidup berdampingan dengan damai,” kata dia.

Kehadiran harimau di Kantor BRIN bukan sekadar kisah viral. Melainkan alarm ekologis bahwa hutan di sekitarnya sedang tidak baik-baik saja. Satwa liar tidak sedang menyerang manusia, mereka hanya mencari ruang untuk hidup.

“Harimau bukan musuh kita, mereka adalah cermin dari kesehatan hutan. Jika harimau hilang, artinya ekosistem kita runtuh. Menjaga harimau berarti menjaga masa depan kita sendiri,” tegas dia. [WLC02]

Sumber: BRIN

Terkait

Page 2 of 2
Prev12
Tags: BRIN Sumatra Baratfragmentasi hutanHarimau Sumatrakeseimbangan alamkonflik manusia dengan satwa liarmacan tutul Jawa

Editor

Next Post
Ilustrasi biwak yang diperjualbelikan di Indonesia. Foto tomas_a_r_81/pixabay.com.

Perdagangan Biawak Diperbolehkan, Tapi Jangan Merusak Ekosistem

Discussion about this post

TERKINI

  • Kebakaran lahan gambut di palangkaraya, Kalimantan Tengah. Foto Aulia Erlangga/CIFOR.Mitigasi Kebakaran Lahan Gambut Lewat Pendekatan Ekohidrologi
    In IPTEK
    Minggu, 26 Oktober 2025
  • TPST Kranon di Kota Yogyakarta. Foto Dok. Portal Pemkot Yogyakarta.Walhi Yogyakarta Desak DIY Tolak Proyek PSEL yang Meningkatkan Degradasi Lingkungan di Piyungan
    In Lingkungan
    Minggu, 26 Oktober 2025
  • Air conditioner yang dipasang di rumah-rumah. Foto terimakasih0/pixabay.com.Cuaca Panas Tiap Tahun Makin Ekstrem, Penggunaan AC Justru Meningkatkan Udara Panas
    In IPTEK
    Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Biodiesel 40 persen (E40). Foto Kementerian ESDM.Solar Dicampur Biodiesel 40 Persen Tahun 2026, Bensin Dicampur Etanol 10 Persen Tahun 2027
    In News
    Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Potret pencemaran plastik di salah satu sungai di Indonesia. Foto dok. Tim Ekspedisi Sungai Nusantara.Penting Tanggung Jawab Industri dan Pemerintah atas Kandungan Mikroplastik dalam Air Hujan
    In News
    Jumat, 24 Oktober 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media