Wanaloka.com – Teteu kabaga…! Teteu kabaga…!” Seruan yang berarti “gempa” itu sahut-menyahut itu diteriakkan warga Dusun Mapadegat, Desa Tuapejat, Pulau Sipora, Kamis, 5 September 2024 pukul 10.00 waktu setempat.
Bersamaan dengan suara sirine meraung setelah dusun itu dihebohkan guncangan kuat gempa bumi berkekuatan magnitudo 8,9 selama 30 detik. Titik kedalaman berpusat di bawah laut dengan kedalaman 17 km, di 1.78 Lintang Selatan dan 98.87 Bujur Timur Kepulauan Mentawai.
Masyarakat terdampak melakukan pertahanan diri. Ada yang berlindung di bawah meja, ada yang menghindari material kaca maupun bangunan yang rentan roboh hingga guncangan berakhir.
Baca Juga: Indonesia Serukan Kolaborasi Global Hadapi Perubahan Iklim
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan dini tsunami untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan status ancaman AWAS. Masyarakat pun lekas melakukan proses evakuasi di tengah hujan yang menerjang wilayah terdampak. Mereka memukul kentongan dan bahu membahu memprioritaskan kelompok rentan, seperti orang lanjut usia (lansia), ibu hamil dan anak-anak menuju ke Tempat Evakuasi Sementara (TES) di Gereja Phiniel.
Tim kelompok siaga bencana (KSB) Sikerei bergerak melakukan koordinasi dengan perangkat daerah setempat untuk pendataan kerusakan, korban jiwa dan pemenuhan kebutuhan dasar di lokasi pengungsian. Sementara Layanan Psikologi Dasar turut dikerahkan untuk menetralkan kondisi psikologi masyarakat yang terkejut setelah mengalami bencana.
Skenario di atas merupakan latihan simulasi bencana gempa bumi dan tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatra Barat. Latihan ini melibatkan 200 orang yang terdiri dari masyarakat umum, satuan pendidikan, nelayan, pedagang dan unsur perangkat daerah guna memperkuat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi potensi bencana gempa bumi dan tsunami megathrust Mentawai.
Baca Juga: Paus Fransiskus Diminta Bebaskan Masyarakat Adat Indonesia dari Penindasan
Kegiatan serupa juga dilaksanakan di tiga kabupaten lain pada waktu yang sama, meliputi Pangandaran, Pandeglang, dan Cilacap. Kegiatan tersebut bertujuan untuk membangun dan melatih kembali kesiapsiagaan masyarakat untuk menghadapi potensi gempa dan tsunami di sepanjang kawasan megathrust Sumatra dan Jawa.
“Kesiapsiagaan bukan hanya jadi pembelajaran dan latihan sekali seumur hidup, tapi harus menjadi budaya dan pelajaran seumur hidup,” tegas Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto pada Apel Kesiapsiagaan menghadapi Potensi Megathrust di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Megathrust di Pangandaran
“Jangan lengah, jangan lupa! Tahun 2006, Pangandaran pernah dihantam tsunami. Ini menjadi pelajaran mahal karena banyak korban jiwa, kerusakan, dan Pangandaran lumpuh!” seru Deputi Bidang Logistik dan Peralatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan dalam Apel Kesiapsiagaan Darurat Kekeringan dan Simulasi Potensi Megathrust di Kabupaten Pangandaran di halaman Tempat Evakuasi Sementara (TES) Pasar Wisata, Pangandaran, Jawa Barat.
Baca Juga: Mengenal Siput Usal yang Biasa Dikonsumsi Masyarakat Pesisir Gunungkidul
Skenario simulasi menggambarkan terjadi gempa bumi yang berpotensi tsunami dengan kekuatan skala Magnitudo 8,8 di Zona Megathrust pantai selatan Pulau Jawa. Guncangan gempa dirasakan mencapai VI-VIII MMI dengan durasi lebih kurang 46 detik dan dirasakan di seluruh wilayah Pangandaran.
Pusdalops menerima laporan dari BMKG tentang informasi gempa yang terjadi melalui peralatan WRS Gempa. Kemudian meneruskan informasi tersebut melalui radio kepada relawan dan pimpinan. Pusdalops meneruskan informasi melalui sirine peringatan dini yang terdapat di sepanjang pantai, bahwa gempa berpotensi tsunami.
Seluruh masyarakat yang sedang berwisata menikmati keindahan laut dan para pedagang yang sedang berjualan menerima informasi akan ada potensi bencana Tsunami, berbondong-bondong menuju Tempat Evakuasi Sementara (TES) Pasar Wisata.
Baca Juga: Gelombang Internal di Bawah Laut Dapat Prediksi Perubahan Iklim
Setelah menunggu beberapa saat, warga masyarakat diberitahu bahwa peringatan potensi tsunami telah berakhir. Masyarakat dapat meninggalkan TES, namun tetap siaga apabila gempa susulan terjadi.
Skenario simulasi ini sekaligus mengingatkan warga akan keberadaan TES Pasar Wisata. Bangunan tersebut dikhususkan untuk evakuasi dari potensi tsunami bagi warga di sekitar pesisir Pantai Pangandaran.
Bangunan berlantai empat yang dicat dengan warna oranye ini terletak satu kilometer dari bibir pantai. Lokasinya di belakang area pasar wisata, tepatnya di Jalan Bulak, Pananjung. Bangunan ini memiliki ketinggian 16 meter. TES Pasar Wisata ni dibangun pada tahun 2016 oleh Kementerian PUPR dan BNPB, kemudian diserahkan pada Pemerintah Daerah Pangandaran tahun 2019.
Baca Juga: Antisipasi Penyebaran Mpox Berlakukan Healthpass bagi Wisman dan Wisnas
Megathrust di Pandeglang
Suara kentongan dan sirine meraung-raung menjadi penanda peringatan dini adanya potensi tsunami yang mengintai warga Kampung Tembong, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Banten. Peringatan dini ini dikeluarkan BMKG kurang dari 5 menit sejak terjadi gempa bumi magnitudo 8.7 di zona subduksi megathrust Selat Sunda dengan kedalaman 10 kilometer.
Mendengar ada peringatan dini, warga serentak keluar dari rumah dan bergerak menuju lokasi titik kumpul atau Tempat Evakuasi Sementara (TES) di Masjid Kampung Tembong. Evakuasi warga dibantu koordinator Desa Tangguh Bencana (Destana) yang berkoordinasi dengan semua anggota di bawahnya untuk bergerak sesuai tanggung jawab dan kewenangannya.
Sesuai arahan kepala desa, evakuasi diprioritaskan bagi kaum rentan seperti ibu hamil, anak-anak, difabel, warga yang terluka dan lansia. Warga menggunakan peralatan sederhana dan mudah digunakan untuk mengangkut warga yang terluka. Evakuasi dipermudah dengan rambu-rambu jalur evakuasi yang telah terpasang.
Discussion about this post