Dengan berbagai keculasan dan tindakan pembangkangan hukum yang dilakukan TMS, warga Sangihe menuntut pemerintah untuk segera mengusir TMS dari Indonesia. Sebab, pulau kecil mereka lebih berharga dari emas. Selain itu, peraturan perundang-undangan di Indonesia secara tegas menyatakan pulau kecil terlarang untuk ditambang.
Dalam RDP yang dihadiri Polda Sulawesi Utara melalui sambungan zoom tersebut, DPR meminta Polda melakukan penegakan hukum terhadap TMS dan dua perusahaan kontraktornya yaitu CV Mahamu Hebat Sejahtera dan PT Putra Rimpulaeng Persada. DPR meminta Polda untuk menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Robert Karepowan. Juga meminta Kapolda Sulawesi Utara untuk segera menginstruksikan kepada seluruh aparat kepolisian di jajaran Polda Sulawesi Utara agar tidak mendukung praktik tambang ilegal di Sangihe dan memberikan perlindungan kepada masyarakat dan pejuang lingkungan di Sangihe.
Hentikan pemberian izin operasi
Kamis, 13 Maret 2025 masyarakat Sangihe dan Koalisi Save Sangihe Island mendatangi Kantor Kementerian ESDM untuk menyampaikan surat peringatan keras dan mendesak Kementerian tidak menerbitkan izin baru kepada PT TMS. Upaya itu dilakukan untuk merespon siaran pers yang diterbitkan PT TMS pada 13 Februari 2025 yang menyampaikan bahwa perusahaan itu sedang berada dalam tahap finalisasi izin operasi produksi di Kementerian ESDM.
Peringatan keras ini disampaikan atas dasar hilangnya legalitas TMS untuk beroperasi paska pencabutan izin operasi produksi oleh Kementerian ESDM pada 2023 lalu. Selain itu, usaha pertambangan yang hendak dipaksakan oleh TMS merupakan pelanggaran terhadap UU Perlindungan Pulau-Pulau, di samping sejumlah pelanggaran hukum serius yang dilakukan TMS dengan melakukan operasi ilegal menggunakan dua perusahaan kontraktor.
Peringatan ini disampaikan kepada Kementerian ESDM untuk mengutamakan perlindungan keselamatan rakyat dan bentang alam Sangihe sebagai pulau kecil. Meskipun tergolong pulau kecil, Sangihe memiliki peran besar dalam ekosistem global. Pulau Sangihe merupakan bagian dari kawasan Coral Triangle, kawasan laut yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.
Sangihe juga merupakan jalur migrasi burung global, jalur migrasi bagi spesies laut langka dan kawasan nursery bagi spesies tuna. Pulau Sangihe juga termasuk dalam kawasan Important Bird and Biodiversity Areas (IBAs) in Danger dan Key Biodiversity Areas (KBA’s). Artinya, wilayah ini merupakan habitat bagi spesies burung dan keanekaragaman hayati yang unik, sangat rentan terhadap gangguan aktivitas manusia.
Berdasarkan Keputusan COP CBD 13/12, Laut Sulu dan Sulawesi termasuk (termasuk Sangihe) telah ditetapkan sebagai Ecologically or Biologically Significant Areas (EBSAs) dalam Konferensi Keanekaragaman Hayati di Montreal, Kanada, di mana Indonesia sebagai salah satu pihak yang menyepakatinya. Kawasan ini mencakup berbagai macam habitat pesisir dan laut di dalam Segitiga Terumbu Karang yang luas, pusat keanekaragaman hayati laut terkaya dan paling murni di dunia.
Pada 2024, Pemerintah Indonesia juga telah mencanangkan visi kawasan konservasi laut 30×45. Visi itu menempatkan kawasan Kepulauan Sangihe dalam Area Prioritas perluasan kawasan konservasi 30 persen pada 2045.
Dengan mempertimbangkan aspek hukum, ekologis, dan komitmen konservasi nasional maupun global, masyarakat Sangihe dan Koalisi SSI menegaskan bahwa penerbitan izin baru bagi PT TMS akan bertentangan dengan etika dan berbagai regulasi serta kebijakan yang telah ditetapkan.
Jika Kementerian ESDM tetap menerbitkan izin pertambangan baru bagi PT TMS, maka terdapat potensi konflik hukum baru dengan masyarakat Pulau Sangihe di pengadilan dan juga perlawanan masyarakat di lapangan.
“Ini akan memperpanjang ketidakpastian dan ketegangan. Juga mencoreng reputasi Indonesia di tingkat internasional, karena tidak konsisten dengan komitmen terhadap perlindungan lingkungan dan keanekaragaman hayati,” tegas aktivis Greenpeace, Afdillah Chudiel.
Komisi III DPR desak Kapolda Sulut tegakkan hukum
Komisi III DPR RI meminta Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara untuk melakukan penegakan hukum terhadap penambangan ilegal dan perusakan lingkungan hidup yang dilakukan PT TMS melalui subkontrak dengan CV Mahamu Hebat Sejahtera dan PT Putera Rimpulaeng Persada sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Aktivitas pertambangan TMS sendiri telah menyebabkan kerusakan parah pada ekosistem hutan dan laut, serta mengancam mata pencaharian masyarakat lokal. Penambangan ilegal yang dilakukan TMS telah memicu konflik dengan masyarakat adat dan menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati yang berharga. Meskipun izin operasi PT TMS telah dibatalkan MA, namun aktivitas penambangan ilegal terus berlangsung.
Anggota Komisi III DPR RI, Martin D. Tumberlaka mengatakan akan terus mengawal penegakan hukum tersebut. Ia menjelaskan Sulawesi Utara memiliki potensi besar dalam pertambangan emas, dengan banyak daerah yang memiliki kadar emas yang tinggi. Namun, potensi ini juga memicu maraknya aktivitas penambangan ilegal tanpa izin (PETI).
“Saya melihat di sana potensi untuk aktivitas seperti peti di sana sangat luar biasa. Jadi aktivitas-aktivitas tambang ilegal tanpa izin itu banyak sekali yang memang melakukan aktivitas itu,” ungkap Martin dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kapolda Sulut dan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Jatam dan SSI di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Maret 2025.
Sebagai putra daerah Sulawesi Utara, ia mengaku memahami betul kondisi di lapangan. Ia menekankan pentingnya penertiban tambang ilegal untuk mencegah kebocoran keuangan negara dan melindungi hak-hak para penambang. Ia juga menyoroti bahwa banyak “cukong” atau pemilik modal dalam aktivitas tambang ilegal ini berasal dari luar Sulawesi Utara, sehingga keuntungan tidak dinikmati masyarakat setempat.
Ia pun mendesak Kapolda Sulawesi Utara untuk mengambil tindakan tegas terhadap aktivitas tambang ilegal di wilayah tersebut. Juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang kuat untuk mendukung program pemerintah dalam menutup kebocoran negara.
“Nah kami mendorong itu, kalau memang ada aktivitas itu, tolong Pak Kapolda supaya ada tindakan tegas di Sulawesi Utara sana,” kata Martin.
Anggota Komisi III DPR RI Rikwanto juga mendesak tindakan tegas terhadap aktivitas tambang ilegal di Sangihe, Sulawesi Utara. Ia menekankan bahwa status tambang tersebut sudah ilegal, sehingga penanganannya harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Karena secara hukum sudah tidak ada legalitas lagi yang boleh beraktivitas di situ. Jadi ini bukan masalah hanya cinta tanah air dari Sangihe atau Sulawesi Utara, tapi juga masalah hukum yang ada di sana adalah masalah tambang ilegal,” ujar Rikwanto.
Ia menyoroti insiden penembakan di Ratatotok sebagai momentum untuk melakukan pembersihan besar-besaran, seperti yang pernah dilakukannya di Kalimantan Selatan. Ia meminta Polda Sulawesi Utara untuk bertindak tegas dan tuntas.
“Di Solok juga ada penembakan. Waktu itu saya sampaikan, Kapolda Sumbar ini momen, Mas. Silakan dibersihkan semuanya dan beliau melaksanakan sebelum purna waktu itu,” jelas dia.
Namun, ia juga menekankan bahwa penanganan tambang ilegal tidak hanya masalah hukum, tetapi juga masalah sosial. Ia meminta kerja sama dengan pemerintah daerah untuk membentuk tim yang bertugas mengosongkan area tambang secara menyeluruh.
“Karena pasti ada orang lokal yang bekerja sebagai penambang illegal, ada orang luar juga yang masuk di situ ya, ada bos-bos kecil, bos-bos besar. Juga masuk pemodal, pengepul hasil emasnya, ada juga di situ,” papar dia.
Ia mengusulkan agar aparat kepolisian melakukan penjagaan di lokasi tambang untuk memastikan tidak ada lagi aktivitas ilegal. Ia juga meminta agar alat-alat berat yang digunakan dalam penambangan ilegal disita.
“Jadi ada anggota yang berbivak di sana, entah siapa itu Brimob atau Saba atau Polres atau Polsek untuk membersihkan sambil berbivak, sambil membersihkan. Itu tenda-tenda yang ada kumpulkan, bakar-bakar itu. Dulu saya lakukan begitu alat-alat mesin kumpulkan, bawa dengan truk, bawa pulang ke mana nanti yang punya suruh ngambil,” ujar Politisi Fraksi Partai Golkar ini..
Ia menegaskan, penegakan hukum harus dilakukan dengan tegas dan serius. Ia meminta agar aparat kepolisian tidak main-main dalam menangani kasus ini.
“Saya minta anggota Polri siapapun dia jangan main-main lagi di situ, jangan main-main lagi. Barang ilegal barang haram ya, barang penyakit itu kalau di main-mainkan lagi. (Bekerja) serius aja sungguh-sungguh untuk pengabdian kepada nusa bangsa dan masyarakat setempat,” tegas dia. [WLC02]
Discussion about this post