Temuan ketiga, pedagang pasar tradisional membeli minyak goreng kemasan premium di pasar tradisional dan menjualnya kembali. Ada pasar modern yang masih menjual minyak goreng kemasan premium lebih dari 100 liter seharga Rp14.000 per liter. Namun pembelian per orang dibatasi maksimal 2 liter.
“Alasannya, karena pasokan minyak goreng dari distributor tak pasti. Biasanya sepekan sekali, sekarang dua pekan sekali,” papar Budhi.
Atas temuan tersebut, Pemerintah DIY diminta mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, melakukan optimalisasi operasi pasar, pemantauan, serta pengawasan yang lebih ketat untuk memberikan kepastian kepada masyarakat akan ketersediaan stok minyak goreng dan ketaatan penjual terhadap kebijakan satu harga.
Baca Juga: Sejumlah Negara Mulai Berlakukan Transisi Endemi Covid-19, Indonesia Pilih Hati-hati
Kedua, mencermati dan memberikan perhatian khusus terhadap potensi risiko kerugian yang dialami pedagang di pasar tradisonal, terutama terkait stok minyak goreng curah yang telah diperoleh sebelum pemberlakuan kebijakan satu harga. Mengingat harga perolehan awalnya sudah cukup tinggi, yaitu Rp19.000 per liter dan umumnya tidak disertai pengadministrasian (invoice) yang baik.
Ketiga, berkoordinasi dengan pihak terkait untuk melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran distribusi yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng di pasaran.
“Apabila pelanggaran tersebut ditemukan, agar memberikan tindakan hukum sebagaimana mestinya,” kata Budhi. [WLC02]
Discussion about this post