Wanaloka.com – Penertiban Kawasan Hutan (PKH) oleh Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2025 tentang Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), diduga semakin memperburuk kondisi di lapangan. Alih-alih memastikan pemulihan hak masyarakat dan ekosistem hutan yang selama ini dirusak aktivitas ilegal korporasi sawit, ternyata banyak patok penyegelan dan pengambilalihan dilakukan di lahan milik masyarakat yang selama ini menjadi korban konflik tenurial.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menemukan, pasca pengambilalihan lahan, pemerintah diduga telah menyerahkan lahan tersebut kepada PT Agrinas tanpa diketahui landasan hukumnya. Juga tanpa memastikan PT Agrinas tunduk pada undang-undang yang berlaku, misalnya melakukan analisis dampak lingkungan, mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan, dan prasyarat-prasyarat lainnya untuk bisa beroperasi.
“Fakta ini membuktikan, perpres itu menggeser kejahatan yang sebelumnya dilakukan perusahaan dengan fasilitasi negara, ke kejahatan yang dilakukan secara langsung oleh negara,” kata Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian.
Baca juga: Artefak Hasil Ekskavasi 15 Tahun Lalu Dikembalikan ke Labuan Bajo
Temuan Walhi di 10 provinsi, seluruh proses penertiban kawasan hutan ini justru menimbulkan masalah baru dan tidak menjawab pemulihan ekologi dan pemulihan hak rakyat sebagai substansi utama.
Menurut Uli, hanya ada dua tujuan satgas penertiban kawasan hutan. Pertama, mencari uang dan kedua, mengganti pemain. Semula perusahaan swasta yang menumpuk keuntungan dari bisnis ilegal, sekarang perusahaan negara, yaitu Agrinas.
“Jika dilihat di lapangan maupun pemberitaan terkait, orang-orang di Agrinas didominasi militer,” ungkap Uli.
Baca juga: Lumba-lumba Bongkok Indo-Pasifik Ditemukan di Perairan Serdang Bedagai
Temuan di Kalimantan Tengah
Di Kalimantan Tengah, setidaknya terdapat 127 perusahaan sawit dengan luasan kurang lebih total 849.988 hektar yang terdaftar dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025 yang akan ditertibkan Satgas PKH. Berdasarkan pantauan Walhi Kalimantan Tengah telah dilakukan plangisasi sebanyak 16 perusahaan di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Seruyan.
Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Tengah, Bayu Herinata menyatakan, Penertiban Kawasan Hutan (PKH) di Kalimantan Tengah justru mempertegas bentuk baru kejahatan struktural yang dilakukan negara.
Di sejumlah wilayah, seperti Seruyan dan Kotawaringin Timur, plangisasi yang dilakukan satgas tidak jelas lokasi dan luasan lahannya. Berbeda dengan SK Menhut tersebut, bahwa penyegelan juga tidak menghentikan aktifitas perusahaan di lokasi.
Baca juga: Baiquni, Lima Pilar Mitigasi untuk Mengendalikan Risiko Pendakian Gunung
Selain itu, Walhi Kalteng menemukan lahan-lahan masyarakat adat dan petani sawit kecil yang telah lama berkonflik dengan perusahaan sawit justru ikut disegel satgas. Padahal masyarakat adalah korban dari ekspansi ilegal perusahaan.
Tidak adanya transparansi dan partisipasi masyarakat menyebabkan kemunculan potensi konflik baru. Ini bukan penertiban, tapi pemutihan korporasi dan legalisasi kejahatan lingkungan oleh negara.
“Seharusnya negara hadir menyelesaikan konflik dan melakukan pemulihan lingkungan, bukan menjadi aktor utama pelanggar hukum dan perusakan lingkungan,” tegas Bayu.
Baca juga: Wisatawan Gunung Rinjani Asal Belanda Jatuh di Kedalaman 20-30 Meter
Temuan di Kalimantan Barat
Hal yang sama juga terjadi di Kalimantan Barat. Dari hasil pengumpulan data dan informasi serta pemberitaan beberapa media, Walhi Kalbar menemukan sudah ada empat perusahaan yang sudah ditertibkan satgas PKH, kemudian disegel. Perusahaan yang disegel antara lain PT. Rezeki Kencana di Kabupaten Kubu Raya seluas 1.672,83 hektare; PT. Riau Agrotama Plantation di Kapuas Hulu seluas 1.909,23 hektare; PT. Satria Multi Sukses di Kabupaten Landak seluas 1.371,73 hektare.
Sebelumnya, masyarakat sempat melakukan aksi menuntut perusahaan sawit PT SMS pada tanggal 3 Maret 2025 mengembalikan hutan lindung seluas 238,51 hektare yang diduga masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT SMS. Kemudian pada tanggal 17 Maret 2025, PT. SMS disegel satgas PKH.
Namun belum ada informasi lebih lanjut mengenai tuntutan masyarakat terkait pengembalian hutan lindung yang menjadi wilayah kelola masyarakat.
Baca juga: Bahaya Melepas Ular Peliharaan ke Alam, Sayangnya Belum Ada Aturannya
Perusahaan lainnya, yaitu PT. Duta Palma yang berada di dua kabupaten Bengkayang dan Sambas, dengan luas lahan sawit 137.626,01 hektare. Perusahaan ini disegel satgas PKH, lalu diberikan kepada PT. Agrinas Nusantara. Tetapi pengambil alih PT. Duta Palma tidak menyelesaikan konflik yang sebelumnya terjadi terhadap buruh yang di-PHK.
“Mengenai perpres itu, Walhi Kalbar merasa ini hanya menguntungkan negara karena penguasaan lahan-lahan yang diambil alih dan kawasan yang disegel tidak dikembalikan sesuai dengan fungsinya. Kami juga khawatir penertiban ini menyasar masyarakat di Kalimantan Barat, seperti yang saat ini telah terjadi di wilayah-wilayah lain,” kata Kepala Divisi Kajian dan Kampanye Walhi Kalbar, Indra Syahnanda.
Temuan di Sumatra Barat
Di Sumatra Barat, Walhi mencatat sekitar 105 ribu hektare lahan telah dipasangi segel oleh Satgas PKH. Namun hingga kini, belum jelas untuk siapa sesungguhnya proses penertiban ini ditujukan.
Discussion about this post