Sementara Andri Ardiansyah, S.Hut., dari PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) menceritakan dari sisi proses reklamasi nikel dimulai dari konservasi prapenambangan dengan mendata biodiversitas, pengunduhan bibit vegetasi asli, dan perencanaan penyelamatan tanah pucuk. Sementara Boorliant Satryana dari PT Maruwai Coal yang bergerak di penambangan dan produksi batubara metalurgi, memaparkan kisah yang serupa. Ia menyebut bahwa reklamasi berada di inpit dump sehingga lahan reklamasi menjadi kecil.
Baca juga: Ancaman Lahan Sawah di Indonesia, Tidak Dilindungi dan Alih Fungsi Kian Mengkhawatirkan
“Langkahnya dimulai dari pembuatan tanggul dan drainase, kemudian penanaman cover crop untuk penguatan lereng, lalu melakukan pembajakan untuk memperbaiki sifat fisik tanah menjadi gembur,” papar dia.
Teknologi inovatif untuk reklamasi bekas tambang
Sementara sejumlah riset, inovasi, dan teknologi dari IPB University dan para mitra telah dilakukan untuk menunjang keberhasilan reklamasi dan pemanfaatan lahan bekas tambang di Indonesia. Salah satu teknologi yang diungkap dalam acara ini adalah pengelolaan air asam tambang menggunakan sistem lahan basah buatan.
Teknologi ini dinilai lebih efisien dibanding metode kapur aktif yang mahal dan bergantung pada tenaga manusia. Teknologi ini telah mendapatkan legitimasi melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2022.
Baca juga: BMKG Ingatkan Lagi Potensi Gempa Bumi Megathrust M8,8 di Pesisir Selatan DIY
“Pengelolaan air limbah sangat penting agar kolam bekas tambang dapat dimanfaatkan untuk perikanan. Maka perlu identifikasi jenis tanaman penyerap logam berat dan bahan organik lokal,” ujar Kepala Pusat Studi Reklatam IPB University, Irdika Mansur dalam Seminar Nasional dan Gelar Teknologi Reklamasi Tambang 2025 dalam rangka Hari Pertambangan dan Energi serta Dies Natalis ke-62 IPB University 9 – 12 September 2025 di IPB International Convention Center, Bogor.
Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam, Lana Saria menyampaikan sektor tambang memiliki proses panjang yang telah diatur mulai dari perencanaan hingga reklamasi. Ia menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam perumusan dokumen lingkungan dan rencana pascatambang.
“Reklamasi bukan sekadar kewajiban, tetapi harus diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan dan memulihkan keanekaragaman hayati,” ujar Lana.
Baca juga: Pemerintah dan DPR Rekomendasikan Pembentukan Badan Pelaksana Reforma Agraria
Wakil Rektor IPB University bidang Konektivitas Global, Kerjasama, dan Alumni, Prof. Iskandar Z Siregar menambahkan kegiatan ini menjadi media pertukaran lesson learned antara praktisi dan peneliti, serta mendorong terciptanya living laboratory dan indikator keberhasilan reklamasi yang dapat diadaptasi di berbagai lokasi tambang.
Sementara itu, Kepala Lembaga Riset Internasional Lingkungan dan Perubahan Iklim IPB University, Prof. Rizaldi Boer mengingatkan pentingnya peran sektor reklamasi tambang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Ia mengusulkan sebuah roadmap menuju tambang hijau 2050. [WLC02]
Sumber: UGM, IPB University







Discussion about this post