Wanaloka.com – Sebanyak 47 korporasi perusak lingkungan yang juga terindikasi melakukan korupsi sumber daya alam dilaporkan 28 organisasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) ke Kejaksaan Agung pada 7 Maret 2025. Korporasi-korporasi ini bergerak di sektor perkebunan sawit skala besar, pertambangan (batu bara, emas, timah, dan nikel), kehutanan, pembangkit listrik, perusahaan penyedia air bersih, pariwisata. Walhi mengestimasi potensi kerugian negara dari indikasi korupsi SDA oleh 47 korporasi ini sebesar Rp437 triliun.
Pelaporan disampaikan Walhi Eksekutif Nasional, Walhi Aceh, Walhi Sumatera Utara, Walhi Riau, Walhi Sumatera Selatan, Walhi Jambi, Walhi Bengkulu, Walhi Lampung, Walhi Babel, Walhi Sumatera Barat, Walhi Kalimantan Tengah, Walhi Kalimantan Timur, Walhi Kalimantan Selatan, Walhi Bali, Walhi NTT, Walhi NTB, Walhi Maluku Utara, dan Walhi Papua.
Beberapa modus operandi dugaan korupsi dan gratifikasi antara lain mengubah status kawasan hutan melalui revisi tata ruang ataupun Pasal 110 A dan 110 B UU Cipta kerja, gratifikasi dengan pembiaran aktivitas tanpa izin, pemberian izin meski tidak sesuai dengan tata ruang, dan lainnya.
Walhi juga menjelaskan kepada pihak Kejaksaan Agung, bahwa ada modus yang lebih besar lagi, yakni mengubah atau membentuk beberapa produk hukum yang berisi pasal-pasal yang mengakomodasi kepentingan eksploitasi SDA dan pengampunan pelanggaran (State Capture Corruption).
“Kami tidak bisa hanya melaporkan kasus per kasus, tapi juga harus mencari modus operandi dari kartel-kartel yang mengkonsolidasikan praktik korupsi tersebut. Dari tahun 2009, kami melihat proses menjual tanah air itu akan terus berlangsung terhadap 26 juta hektare hutan Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi.
Korupsi di sektor SDA ini telah merugikan negara dan perekonomian negara dengan hilangnya mata pencaharian rakyat, hilangnya sumber-sumber penghidupan, konflik, dan kerusakan lingkungan. Serta biaya eksternalitas yang harus ditanggung negara dari aktivitas korporasi tersebut.
“Selama ini, Walhi sudah melaporkan kepada pihak berwenang. Namun hanya sedikit kasus yang diproses dan diadili,” kata Zensi.
Alasan Walhi melaporkannya ke Kejakgung, karena lembaga ini memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa penegakan hukum atas kejahatan lingkungan dan korupsi sumber daya alam berjalan efektif dan tidak ada impunitas bagi para pelaku.
Direktur Walhi Kalimantan Selatan, Raden Rafiq menyampaikan pihaknya telah melaporkan empat korporasi yang bergerak di sektor sawit dan tambang yang terindikasi melakukan korupsi SDA. Empat perusahaan ini hanya sebagian kecil dari sekian banyak perusahaan yang telah melakukan pelanggaran serius terhadap lingkungan hidup dan hak masyarakat adat serta petani lokal.
Discussion about this post