Wanaloka.com – Pembangunan tol Yogyakarta-Solo yang merupakan proyek inisiatif pemerintah pusat untuk meningkatkan konektivitas infrastruktur mengharuskan penggunaan sumber daya alam yang signifikan untuk material bangunan. Berdasarkan data yang dihimpun Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, material yang dibutuhkan meliputi tanah urug 2.750.000 m3 untuk struktur utama jalan tol, 1.976.814,67 m3 pasir, dan 820.409,49 batu agregat kelas A. Daftar kebutuhan material tersebut digunakan untuk memenuhi panjang trase 22 kilometer. Kebutuhan material tersebut diambil dengan cara ditambang di wilayah Yogyakarta.
Untuk mendapat material, pemerintah pusat tidak mengharuskan penambang mempunyai Izin Usaha Pertambangan (IUP). Cukup diganti dengan Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB).
“Tapi banyak muncul penambang-penambang liar yang tidak mempunyai SIPB,” kata juru bicara Walhi Yogyakarta, Elki Setiyo dalam siaran pers yang diterima Wanaloka.com pada 28 November 2023.
Baca Juga: Kisah Badak Delilah, Sempat Henti Nafas Semenit Usai Lahir
Sementara berdasar Pasal 35 ayat (3) huruf e UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, SIPB merupakan syarat suatu badan usaha atau perseorangan melakukan aktivitas pertambangan.
“Pertambangan tanah urug, pasir, batu dan bahan tambang lain tersebut digunakan untuk membangun tol,” imbuh Elki.
Berdasarkan data Walhi Yogyakarta terdapat beberapa titik penambangan ilegal, meliputi 13 titik di Kulon Progo, 7 titik di Bantul, 4 titik di Sleman, 1 titik di Yogyakarta, dan 2 titik di Gunung Kidul. Pertambangan liar untuk material tol semakin masif karena pemrakarsa tol Yogyakarta-Solo tidak mempersoalkan.
Baca Juga: Selasa Ini, Gunung Anak Krakatau Erupsi 9 Kali
“Seharusnya pihak pemrakarsa lebih ketat menerima material yang digunakan untuk pembangunan jalan tol,” kata Elki.
Discussion about this post