Tak hanya tren alih fungsi lahan, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Prof. Baba Barus mencatat ada tiga juta hektare sawah di Indonesia yang belum masuk dalam kategori lahan yang dilindungi secara formal. Perlu perlindungan lahan sawah sebagai fondasi ketahanan pangan Indonesia.
“Kalau perlindungan tidak kuat, konversi sawah bisa terjadi dengan cepat. Kondisi ini berpotensi meningkatkan alih fungsi lahan,” kata Baba dalam paparannya pada salah satu diskusi daring yang digelar Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB University.
Dari pengalaman lebih 20 tahun mengkaji perlindungan lahan, Baba menekankan perlunya mempertimbangkan variabel kritis seperti ketersediaan air, produktivitas, serta ketergantungan petani terhadap lahan.
Baca juga: Proyek PSN Merauke Dinilai Bentuk Kebijakan Serakahnomics Era Pemerintahan Prabowo
“Ada wilayah yang petaninya sangat bergantung pada sawah. Jika lahan mereka dikonversi, dampaknya tidak hanya pada produksi pangan, tetapi juga kesejahteraan petani,” katanya.
Ia juga menyoroti tantangan program ekstensifikasi sawah, termasuk cetak sawah di Papua Selatan dan Kalimantan Tengah. Meski penting, program ini menghadapi kendala seperti klaim lahan, keragaman karakter tanah, hingga keterbatasan waktu.
Baba mengingatkan bahwa kebijakan perlindungan sawah harus dilihat sebagai strategi jangka panjang.
Baca juga: Menumbuhkan Cinta Lingkungan dalam Peringatan Hari Internasional Perdamaian
“Kalau perlindungan berjalan konsisten, kita bisa menjaga ketahanan pangan sekaligus melindungi petani. Tapi kalau tidak, ancaman konversi lahan akan terus menghantui,” kata dia.
Laju konversi lahan yang terus terjadi harus ditekan melalui kebijakan yang tegas, konsisten, dan berbasis pada tata ruang.
Indonesia memiliki sekitar 7,3 juta hektare sawah. Secara teori, jumlah ini cukup. Namun kenyataannya distribusi dan pemanfaatannya tidak merata.
“Hasil perhitungan cepat kami menunjukkan 23 provinsi mengalami defisit, sementara hanya 14 provinsi yang surplus,” ungkap dia.
Persoalan pangan tidak hanya soal ketersediaan, tetapi juga akses, distribusi, hingga daya beli masyarakat.
“Kalau kita bicara angka global, Indonesia seakan tidak kekurangan beras. Namun, isu distribusi dan kemampuan membeli menjadi tantangan lain,” ujar dia.
Lebih lanjut, Baba menjelaskan bahwa konversi sawah di Indonesia diperkirakan mencapai 100–150 ribu hektare per tahun. Kebijakan perlindungan lahan sebenarnya sudah ada sejak 1990-an, termasuk Undang-Undang Nomor 41 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Baca juga: Kisah Kampus yang Kaya Habitat Satwa Liar dan Melestarikan Pohon 106 Tahun
Meski demikian, implementasi di daerah masih lemah karena banyak pemerintah kabupaten belum serius memasukkan perlindungan sawah dalam tata ruang.
Jika suatu sawah dilindungi, maka harus ada peraturan daerah (perda) dengan peta spasialnya. Sayangnya, banyak kabupaten yang membuat perda tanpa peta. Akibatnya, perlindungan itu tidak berjalan efektif. [WLC02]
Sumber: IPB University







Discussion about this post