Wanaloka.com – Anggota Komisi IV DPR, Daniel Johan menyoroti pembongkaran pagar laut di Perairan Tangerang, Banten masih menyisakan masalah bagi nelayan. Berdasarkan informasi yang diterima dari nelayan, pembongkaran tersebut belum dilakukan secara menyeluruh.
Para nelayan tradisional di perairan Tangerang dan Bekasi mengeluh karena keberadaan pagar laut yang belum dibongkar semua itu membuat mereka kesulitan mencari ikan.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu pun menyampaikan kesaksiannya lewat akun X @msaid_didu pada 15 April 2025.
Baca juga: Magma Erupsi Gunung Ruang 2024 Alami Dekompresi Setara Erupsi Gunung Vesuvius 79 Masehi
“Hari ini, 2 bulan setelah upacara pembongkaran pagar laut di PIK 2, saya ke laut di Desa Kohod, ternyata pagar laut masih kokoh,” cuit dia sembari mengunggah foto pagar laut yang masih memanjang itu dan video yang menggambarkan ia berada di sana.
Daniel menilai, kondisi ini merupakan bentuk nyata dari perampasan ruang hidup rakyat kecil oleh korporasi yang difasilitasi pembiaran negara. Rakyat, khususnya nelayan menunggu ketegasan pemerintah dalam mewujudkan keadilan dan penegakan hukum dalam pembongkaran pagar laut secara tuntas.
“Ini bukan hanya masalah akses. Ini adalah bentuk keadilan dan penegakan hukum. Jangan sampai nelayan tradisional semakin miskin. Mereka yang hidup dari laut kini dikungkung pagar. Negara harus bertindak tegas bahwa Indonesia adalah negara hukum,” kata Daniel dalam rilis, Jumat, 18 April 2025.
Baca juga: TPA Benowo, Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik di Surabaya
Seperti diketahui, nelayan asal Kampung Paljaya, Desa Segarajaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mengeluhkan akses melautnya masih tertutup pagar laut milik PT Tata Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN).
Batang bambu milik PT TRPN dan PT MAN masih membentang di lautan dan belum dibongkar sepenuhnya, sehingga membatasi akses nelayan tradisional untuk mencari ikan. Meskipun sudah ada sebagian yang dibongkar, tetapi sebagian besar masih berdiri kokoh dan menancap hingga dasar laut.
Pagar bambu yang belum dibongkar itu tidak memberikan celah bagi kapal nelayan kecil untuk melintas menuju laut lepas. Akibatnya, para nelayan setempat masih mengalami kesulitan saat hendak melaut.
Baca juga: Mendesain Kota Bandung Berbasis Mitigasi Tanah Bergerak Akibat Sesar Lembang
Hal yang sama juga terjadi di perairan Tangerang, di mana aktivitas melaut nelayan setempat masih terganggu lantaran pagar laut sepanjang 10 kilometer masih tertancap di dasar laut. Potongan bambu yang tersembunyi di bawah permukaan air bisa merusak jaring ikan dan baling-baling kapal. Para nelayan yang menggunakan alat tangkap tradisional pun merugi.
Sementara pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Banten menyatakn telah membongkar sisa pagar laut di Desa Kohod sejak 16 April 2025.
JPU kembalikan berkas
Daniel menegaskan praktik pemasangan pagar bambu di laut yang membatasi ruang gerak nelayan merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan ekologis. Bahkan melanggar konstitusi yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh penghidupan yang layak.
Baca juga: Empat Provinsi Dilanda Bencana Hidrometeorologi, Waspada Masa Pancaroba
Daniel juga menyoroti pembongkaran pagar bambu yang hanya dilakukan secara simbolis di area reklamasi di dekat daratan, tanpa menyentuh wilayah laut lepas yang menjadi jalur utama nelayan kecil. Ia menilai tindakan tersebut hanya pencitraan semu tanpa solusi nyata.
“Jangan main sandiwara di hadapan rakyat. Nelayan bukan butuh seremonial, mereka butuh akses nyata untuk melaut dan mencari nafkah. Setiap hari mereka berjuang, tapi hari ini mereka dikalahkan oleh bambu-bambu yang melanggar hukum,” ungkap Politisi Fraksi PKB ini.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan kelautan itu pun heran mengapa tidak ada ketegasan negara dalam mengatasi persoalan pagar laut ini. Mengingat masalah ini tak kunjung selesai, Daniel menilai wajar jika hal ini tidak diselesaikan secara tuntas, akan menambah frustasi masyarakat.
Baca juga: Gempa Dangkal 5,6 Magnitudo Guncang Kepulauan Sangihe Sulawesi Utara
“Harap diingat, nelayan kita kehilangan sumber nafkah, kehilangan martabat. Tapi kok Pemerintah terkesan lamban. Jika ini dibiarkan, maka masyarakat akan semakin frustasi,” imbuh Daniel.
Sementara terkait penetapan tersangka terhadap Kepala Desa Segarajaya dan stafnya, Daniel mendesak aparat penegak hukum untuk tidak berhenti pada aktor lokal semata. Aparat penegak hukum bersama pemerintah diminta untuk menelusuri dugaan keterlibatan lebih luas dari pihak yang disebut dalam laporan masyarakat.
Hanya saja, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengusut kasus pagar laut yang ada indikasi korupsi itu mengembalikan lagi berkas perkara kasus pagar laut di Tangerang ke penyidik Bareskrim Polri. Hal ini terkait kasus penerbitan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) dengan rujukan Perda dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Discussion about this post