Wanaloka.com – Sekitar 30 persen kabupaten/kota di Indonesia, terutama di wilayah Indonesia timur, masih bergantung pada pasokan pangan dari luar daerah. Artinya, tingkat defisit pangan di berbagai daerah masih tinggi, termasuk Papua. Di sisi lain, pemerintah pusat menargetkan Indonesia mampu berswasembada pangan dalam 3-4 tahun ke depan.
“Papua termasuk daerah yang belum bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri,” kata Anggota Komisi IV DPR RI Riyono saat Kunjungan Kerja Reses Komisi IV ke Jayapura, Papua, Jumat, 31 Oktober 2025.
Ketergantungan pangan antarwilayah perlu dikurangi dengan memperkuat produksi lokal dan mendorong kebijakan pangan berbasis potensi daerah masing-masing.
“Kami ingin Indonesia Timur, termasuk Papua, bisa memenuhi kebutuhan pangannya dari tanah sendiri. Ini penting untuk memperkuat ketahanan pangan nasional,” ujar dia.
Baca juga: Curah Hujan Tinggi, Waspada Permukiman di Dekat Sungai dan di Pegunungan
Masyarakat Papua lebih memilih sagu
Menurut Riyono, perlu kebijakan jangka panjang untuk mengembangkan pangan lokal Papua sebagai bagian dari strategi nasional ketahanan pangan masa depan. Mengingat masyarakat Papua sejatinya memiliki kekayaan pangan lokal seperti sagu dan umbi-umbian yang perlu dikembangkan dan dikembalikan sebagai sumber pangan utama. Ia mendorong agar pemerintah mengembangkan sistem pangan berkelanjutan berbasis potensi lokal seperti sagu, jagung, dan hortikultura di wilayah timur Indonesia.
“Beras yang dikonsumsi masyarakat Papua sekarang sebenarnya bukan makanan pokok asli mereka. Kita harus kembalikan pangan lokal sebagai pangan masa depan,” tegas dia.
Pangan lokal memiliki nilai gizi tinggi dan berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi komoditas unggulan daerah. Namun, perlu dukungan kebijakan, infrastruktur, dan peran generasi muda Papua untuk kembali membangun tanahnya.
Baca juga: Fenomena La Nina Lemah Diprediksi Bertahan Hingga Maret 2026
“Kami dorong agar sarjana-sarjana Papua yang ada di luar kembali ke tanah kelahirannya. Papua ini tanah masa depan. Tanahnya subur, tapi butuh SDM yang kuat untuk mengolahnya,” ujar Politisi Fraski PKS itu.
Komisi IV DPR RI menilai penguatan pangan lokal bukan hanya soal produksi, tetapi juga bagian dari upaya membangun kemandirian ekonomi masyarakat Papua berbasis potensi sendiri.
Anggota Komisi IV DPR Guntur Sasono menambahkan meskipun Papua memiliki potensi pertanian yang tinggi, preferensi masyarakat terhadap pangan lokal seperti sagu menjadi faktor yang harus diperhatikan dalam merancang kebijakan pangan nasional.
“Produksi padi bisa melimpah, tapi masyarakat Papua lebih memilih makan sagu. Ini bukan sekadar soal produksi, tapi soal kebiasaan dan budaya makan,” kata Guntur.
Baca juga: Banjir Bandang Nduga, 15 Orang Tewas dan 8 Orang Dalam Pencarian
Kebijakan pangan nasional harus adaptif terhadap karakteristik budaya lokal agar program ketahanan pangan dapat diterima dan berkelanjutan.
“Ini butuh pendekatan budaya. Program pangan tidak bisa diseragamkan. Kami harus hormati pangan lokal dan menjadikannya bagian dari sistem pangan nasional,” jelas dia.
Menurut Politisi Fraksi Partai Demokrat ini, produksi sagu di Papua sebenarnya cukup tinggi, namun belum dimaksimalkan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari masyarakat. Komisi IV mendorong agar pemerintah lebih serius mengembangkan sagu sebagai komoditas strategis nasional.
“Pangan lokal seperti sagu adalah pangan masa depan. Kita harus menjadikannya sumber kehidupan dan kebanggaan masyarakat Papua,” tegas dia.
Baca juga: Sebanyak 15 Korban Hilang Akibat Banjir Longsor di Nduga Papua Belum Ditemukan
Papua menjanjikan sebagai lumbung pangan nasional
Guntur menambahkan Papua memiliki potensi besar sebagai lumbung pangan masa depan Indonesia. Namun, sejumlah hambatan di lapangan membuat realisasi program belum optimal.







Discussion about this post