“Kami terus mengupayakan agar elemen budaya Indonesia tidak hanya mendapatkan status di tingkat Internasional. Yang terpenting adalah agar masyarakat Indonesia turut memberikan perhatian dan ikut melestarikan,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid.
Terkait pemberitaan bahwa Malaysia turut mengajukan reog sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) ke Unesco, Hilmar membantah. Bahwa sampai saat ini tidak ada informasi resmi yang diterima terkait ada negara lain yang turut mengajukan reog.
Baca Juga: Gempa Meulaboh Aceh Dipicu Aktivitas Subduksi Lempeng
“Publik perlu memahami bahwa Konvensi WBTb Unesco bertujuan untuk melestarikan WBTb sesuai dengan kesepakatan internasional. Bukan untuk klaim kepemilikan budaya oleh negara yang mengajukan,” kata Hilmar.
Lantaran keterbatasan sumber daya di Unesco sendiri, menurut Hilmar, tidak ada jaminan bagi setiap elemen budaya yang dinominasikan suatu negara akan berhasil menyandang status WBTb Unesco. Rata-rata suatu negara hanya bisa mengusulkan satu nominasi per dua tahun untuk menginskripsikan elemen budayanya sebagai WBTb Unesco.
Sejak 2016, lanjut Hilmar, Komite WBTb Unesco mengatur batasan jumlah elemen budaya yang dapat diinskripsi sebagai WBTb Unesco. Bahwa hanya 50 elemen budaya per tahun dari 193 negara anggota Unesco.
Sejauh ini, ada 12 WBTb Indonesia yang telah berhasil mendapatkan status WBTb Dunia dari Unesco. Meliputi wayang (2008), keris (2008), batik (2009), pendidikan dan pelatihan batik (2009), angklung (2010), Tari Saman (2011), noken (2012), tiga genre tari Bali (2015), seni pembuatan kapal Pinisi (2017), tradisi pencak silat (2019), pantun (2019), dan gamelan (2021). [WLC02]
Sumber: unair.ac.id dan kemdikbud.go.id







Discussion about this post