Baca Juga: Setahun Bentrok dengan Aparat, Warga Rempang Berziarah ke Makam Leluhur
Keresahan ini mengemuka dalam diskusi tentang ekosistem budaya sungai yang melibatkan narasumber sastrawati berkebangsaan Prancis yang selama 30 tahunan ini fokus mempelajari kesusasteraan Jawa, Elisabeth D. Inandiak. Juga seniman asal Selayar, Sulawesi Selatan, Misbahuddin yang kerap dipanggil Daeng Bilok Ragil. Juga pendamping Desa Kaliori dan Titi Ngudiati dari Dompet Duafa. Mereka membahasnya dalam Diskusi Ngudarasa Budaya dan Ekosistem Sungai pada 7 September 2024.
Diskusi Sabtu sore itu mendapat respon dari salah satu peserta yang hadir, Gatot, 55 tahun dari Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas) Jaga Kali Sokaraja. Ia terpanggil untuk ikut diskusi sambil mengajak anaknya yang sore itu tampil menari dalam festival.
Menurut dia, selama ini festival di Banyumas sering kali sebatas hiburan. Jarang yang membicarakan persoalan sosial. Ia berharap kegiatan ini bisa diteruskan dan mendorong kesadaran banyak orang untuk melestarikan kebudayaan guna menjaga lingkungan sungai.
Baca Juga: Lokalogi, Komunitas Pemilah dan Pengolah Sampah di UGM
“Festival ini menarik karena mengangkat kondisi terkini Sungai Serayu. Sungai bagi masyarakat Banyumas sudah menjadi bagian tidak terpisah dari kehidupan. Menurunnya kualitas air sungai Serayu berdampak pada penghidupan warga karena banyak ikan yang mati,” ujar Gatot yang juga adalah pemancing.
Para penampil dalam festival hari kedua bertema “Budaya di Sudut Serayu” lebih banyak menampilkan tari dan musik. Ada kolaborasi Sean Hayward, Mukhlis Anton Nugroho, dan Dolly Nofer menyuguhkan musik dengan nyanyian tema sungai dan harmonisasi alam. Lagu tentang sungai juga dibawakan penyanyi Melati Ayumi & Friends yang melibatkan Bibi Retno. Lagu tradisonal Meksiko yang dibawakan Duo Nayeche (Leon dan Soladi) turut memeriahkan festival yang dipusatkan di gelanggang pertunjukan dengan konsep “mandala” Joglo Gayatri, Rianto Dance Studio, di Desa Kaliori, Kalibagor, Banyumas.
Yang tak kalah menyegarkan adalah penampilan Tari Topeng dari Indramayu. Dibuka dengan penari cilik balita dan remaja usia 14 tahunan yang mengenakan topeng, maestro tari topeng Indramayu, Jawa Barat, Wangi Indriya memikat perhatian para penonton.
Baca Juga: Simulasi dan Sistem Peringatan Dini Berfokus Potensi Gempa Megathrust
Sanggar-sanggar tari lokal seperti Graha Mustika, Kalamangsa, Putra Bongas, dan Panginyongan, tidak ketinggalan memeriahkan hari kedua Bisik Serayu Festival 2024 sejak Sabtu siang. Selain Wangi Indriya, penari-penari dari luar Banyumas seperti dua penari asal Jepang, Miray Kawashima dan Yuka Takahashi, yang menarikan Tajidor Kahot dari ‘tatar’ Sunda, dan Mila Rosinta (Yogyakarta) menyempurnakan.
Rianto juga secara spontan turun memeragakan gerak tari kontemporer ke gelanggang pertunjukan di tengah-tengah musisi dan komposer dari Spanyol, Rodrigo Parejo menyajikan karyanya. Kolaborasi di luar dari jadwal dan skenario oleh dua seniman ini memukau para penonton sekaligus menutup malam kedua pagelaran Bisik Serayu Festival 2024. [WLC02]
Discussion about this post