Wanaloka.com – Malam Minggu, 7 September 2024, pinggiran Sungai Serayu, Banyumas menjadi sangat Istimewa. Sebab menjadi ajang gelaran perayaan ulang tahun sang maestro lengger lanang sekaligus koreografer kelahiran Desa Kaliori, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rianto.
Perayaan hari lahir itu dikemas dalam perhelatan Bisik Serayu Festival 2024 sejak 6-8 September 2024 yang diinisiasi Rianto. Gagasan festival budaya yang menampilkan beragam seniman dalam dan luar negeri itu dilatari keprihatinan Rianto atas ekosistem budaya sungai yang sudah mulai hilang. Terlebih filosofi lengger Banyumas sangat lekat dengan air dan sungai.
“Spiritualitas dan inspirasi lengger bermula dari medium air, sungai dan habitat di dalamnya,” ungkap penari lulusan ISI Surakarta ini dalam siaran tertulis tertanggal 8 September 2024.
Baca Juga: Ada Delapan Gempa Susulan Pasca Gempa Gianyar Magnitudo 4.9
Lewat Bisik Serayu Festival 2024, Rianto ingin membangun kembali ekosistem budaya yang harmonis dan mendamaikan dengan berbagai kegiatan kesenian yang didasarkan dari pengetahuan yang bersumber dan terhubung dengan alam. Dengan demikian, kesenian memiliki jiwa.
Rianto menegaskan, betapa banyak seni budaya yang lahir dari ekosistem sungai. Salah satunya, kunclungan, sebuah permainan air yang menghasilkan bunyi atau suara menyerupai ketukan gendang. Salah satu syair lengger berisi tentang ratapan tentang kehidupan sungai. Begitupun keweran pada gerak lengger adalah ekspresi ikan yang berenang.
“Pada festival ini, kunclungan ditampilkan dalam bentuk koreografi di atas panggung dengan konsep mandala,” ujar lelaki yang mendirikan Teras Serayu dan Riyanto Dance Studio.
Baca Juga: Kenaikan Muka Air Laut dan Penurunan Tanah Tak Masuk Kategori Bencana
Mimpi Rianto untuk kembali menghidupkan kesadaran publik di daerah-daerah yang dilewati Sungai Serayu demi menjaga ekologi yang ada di aliran sungai yang bermuara di Samudra Hindia ini membutuhkan kerja sama semua pihak. Tak terkecuali anak-anak. Sebab, ia mengakui perkembangan zaman telah menjauhkan anak-anak dari alam sehingga lebih memilih bermain menggunakan gadget.
“Saya mengajak anak-anak sekitar sini ikut membersihkan lokasi acara, memunguti sampah. Lalu beberapa mereka langsung nyemplung ke air dan membersihkan banyak sampah yang berserakan di Sungai Serayu,” ujar Rianto.
Tercerabutnya seni dan budaya dari alamnya tidak saja menjadi kecemasan Rianto. Kendati alam melahirkan ruang-ruang budaya, tetapi karya-karya seni yang tumbuh dari ruang tersebut kebanyakan sekadar menjadi produk. Betapa masyarakat kian terasing dari alam sekitar yang menghidupinya.
Discussion about this post