Wanaloka.com – Warga Pulau Rempang berziarah ke Lubuk Lanjut, tempat yang diyakini sebagai titik awal pemukiman masyarakat di Pulau Rempang. Mereka datang berkunjung ke kampung lama yang terletak di sebelah Kampung Pasir Panjang, Kelurahan Rempang Cate, Kecamatan Galang di Pulau Rempang ini, Jumat, 6 September 2024 sore.
Di makam tua itu, warga menziarahi makam leluhur mereka. Mendatangi satu persatu makam, menyiraminya dengan air dari ceret besar yang mereka bawa. Warga juga berdoa, berharap ruh leluhur yang telah mendahului mereka, turut serta berjuang menjaga kampung dari ancaman penggusuran.
Momen ini dirasa penting menjadi langkah untuk kembali dekat dengan asal mereka berasal. Berjuang menjaga kampung dengan semangat perjuangan seperti sebelumnya dilakukan leluhur mereka saat menjaga Pulau Rempang.
Baca Juga: Lokalogi, Komunitas Pemilah dan Pengolah Sampah di UGM
“Kepada malaikat, kepada Allah, kami minta, mudah-mudahan batallah proyek Rempang Eco City ini. Mudah-mudahan kampung kami tetaplah utuh seperti sedia kala. Bersama arwah datok nenek moyang kami, kabulkanlah hajat kami ini semuanya,” kata salah satu warga yang hadir dalam ziarah ini, Muhammad Sani, 64 tahun.
Bagi warga, tanah di Pulau Rempang bagaikan ibu, pemberi kasih sayang pada mereka. Adalah tanah adat yang diwariskan dan menjadi identitas mereka sebagai orang Melayu.
Beberapa warga nampak larut dalam kesedihan. Salah satunya Muhammad Saleh. Ia menangis tak lama setelah tiba di Lubuk Lanjut. Sambil memandang batu nisan yang tertindih oleh akar pohon Ara di lokasi pemakaman, ia sampaikan bahwa makam-makam yang tersebar di kawasan ini adalah jejak keberadaan nenek moyangnya dulu.
Baca Juga: Simulasi dan Sistem Peringatan Dini Berfokus Potensi Gempa Megathrust
Ia tak habis pikir pemerintah tidak menganggap mereka ada, padahal bukti keberadaan masyarakat di Pulau Rempang begitu nyata. Bahwa peradaban masyarakat Melayu di Pulau Rempang sudah lebih dulu ada, jauh sebelum Indonesia merdeka.
Kunjungan ini menandai gerak awal warga memperingati satu tahun bentrokan antara mereka yang berupaya mempertahankan kampung dengan aparat yang masuk untuk melakukan pengukuran tata batas lahan di Pulau Rempang pada 7 September 2023 lalu.
Pada 7 September 2023, masyarakakat Pulau Rempang terlibat bentrok dengan 1.010 apparat gabungan yang memaksa masuk. Warga yang takut kehilangan kampung, menolak dengan melakukan perlawanan.
Baca Juga: Indonesia Serukan Kolaborasi Global Hadapi Perubahan Iklim
Aparat yang hadir merespon dengan menghujani warga menggunakan gas air mata dan peluru karet. Petugas juga menangkap tujuh warga yang dianggap melawan, menjadikan mereka tersangka, sebelum akhirnya mereka dibebaskan.
Meskipun demikian, warga terus memberikan perlawanan sampai malam. Menahan laju gerak petugas dengan pealatan seadanya, sepanjang sekitar 29 kilometer jauhnya. Melawan gas air mata yang terus menyerang mereka.
Lebih lanjut, Sani mengapresiasi gerak serta masyarakat Indonesia dari berbagai penjuru, membersamai perjuangan warga Pulau Rempang. Dukungan itu membuat warga tetap bertahan meski mereka terus berada dalam tekanan dan intimidasi.
Baca Juga: Paus Fransiskus Diminta Bebaskan Masyarakat Adat Indonesia dari Penindasan
Discussion about this post