Warga meyakini langkah-langkah pemerintah ini bukanlah solusi. Sebaliknya, hanya cara baru untuk menggusur dan merenggut ruang hidup mereka di Pulau Rempang. Padahal, warga telah turun temurun mendiami Pulau Rempang sejak ratusan tahun lalu.
Di RDP ini, warga juga menyampaikan sejumlah hal yang mendasari gerak mereka mempertahankan kampung. Bahwa Pulau Rempang bukanlah tanah kosong, sebaliknya Rempang dan masyarakatnya telah eksis, jauh sebelum Indonesia merdeka. Keberadaan masyarakat Pulau Rempang terbukti dari jejak makam leluhur mereka di sana.
Bahwa warga telah hidup dari generasi ke generasi di Pulau Rempang. Berdampingan dengan laut dan tanah yang memberikan penghidupan untuk leluhur yang diwariskan kepada mereka sampai saat ini. Sehingga eksistensi kampung-kampung mereka di sana adalah keniscayaan.
Baca juga: BMKG Lakukan Pengembangan Radar Cuaca Nonpolarimetrik
Atas dasar catatan tersebut, dalam RDP tersebut, warga Pulau Rempang menuntut:
Pertama, Batalkan PSN Rempang Eco City
Kedua, Hentikan Kekerasan, Kriminalisasi dan tegakkan hokum seadil-adilnya
Ketiga, Keluarkan PT MEG dari Pulau Rempang, hentikan kekerasan dan premanisme
Keempat, Pulihkan hak-hak masyarakat Rempang
Kelima, Hentikan solusi-solusi palsu pembangunan masyarakat
Keenam, Cabut Aturan-aturan pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat
Ketujuh, Berikan pengakuan hak atas tanah masyarakat
Baca juga: Prodi Profesi Kurator Keanekaragaman Hayati UGM yang Pertama di Asia
Proyek Rempang keluar dari status PSN
Menangapi aduan masyarakat Pulau Rempang ini, sejumlah anggota Komisi VI DPR buka suara. Salah satunya adalah Rieke Diah Pitaloka Intan Purnama Sari. Ia mengaku senang dengan dikeluarkannya proyek Rempang dari status PSN sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025.
Rieke juga mendesak Jaksa Agung untuk mengusut pihak-pihak yang terlibat dalam potensi korupsi di proyek Rempang Eco City. Ia juga mendorong dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada BP Batam yang selama ini memainkan peran penting di sana.
“Warga tidak mungkin datang ke sini kalau mereka tidak putus asa. Insyaallah tidak ada yang tidak bisa. Saya dukung pemerintah untuk evaluasi PSN Rempang Eco City, apalagi sudah tidak PSN. Tidak ada satu agama pun mengijinkan tanah masyarakat dirampas,” tegas Rieke.
Baca juga: Dulu Penambang, Kini Berperan dalam Konservasi Kawasan Karst Gunung Sewu
Ia juga mempertanyakan, ada tidaknya kajian terhadap proyek ini.
“Investasi belum pasti, kerugian sudah didapat masyarakat,” imbuh dia.
Terkait aduan warga Rempang soal adanya intimidasi, pihaknya berharap keadilan yang seadil-adilnya untuk masyarakat. Ia mendesak agar segala bentuk kekerasanan, intimidasi, kriminalisasi terhadap masyarakat Pulau Rempang dan masyarakat di manapun berada dihentikan.
Lebih jauh, Wakil Ketua Komisi VI DPR Nurdin Khalid yang memimpin RDP mengatakan pihaknya sudah membentuk Panitia Kerja (Panja) terkait persoalan lahan di Batam. Ia menjanjikan tim akan turun ke lapangan, termasuk datang langsung ke Pulau Rempang pada 15 sampai 17 Mei 2025 mendatang.
Baca juga: Sebanyak 114 Rumah Rusak Berat Terdampak Pergerakan Tanah di Brebes
Lebih lanjut, Wakil Koordinator Eksternal KontraS, Andrie Yunus menegaskan dengan pencabutan status PSN, seharusnya pemerintah meninjau ulang kembali pelaksanaan proyek yang sejauh ini telah menciderai hak-hak masyarakat yang terdampak langsung. Lebih lanjut, DPR RI perlu melakukan evaluasi total terhadap alat-alat negara yang dikerahkan dalam proyek Rempang Eco City termasuk terhadap peristiwa kekerasan hingga intimidasi terhadap warga masyarakat adat Rempang.
“Kami menilai pelaku kekerasan non-negara yang turut terlibat melakukan kekerasan, harus segera diproses hukum,” ucap Andrie. [WLC02]
Discussion about this post