Baca juga: Aktivis Lingkungan Desak Pemerintah Hentikan Pelemahan SVLK Produk Kayu Indonesia
“Indikasi korupsi tapi hanya direspon sebagai kesalahan pencatatan,” ucap Bayu.
Diky Anandya dari Auriga Nusantara mengatakan posisi pembela lingkungan yang berupaya mempertahankan haknya atas konflik lahan yang dijadikan proyek PSN adalah pihak yang paling rentan. Muncul stigma terhadap mereka sebagai “penghambat pembangunan”. Kenaikan jumlah ancaman terhadap pembela lingkungan mulai meningkat sejak tahun 2017.
Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), secara lebih spesifik menyebut sepanjang 2020-2023 terdapat 115 konflik agraria yang disebabkan PSN. Selain menghilangkan partisipasi masyarakat dan melanggengkan praktik kekerasan, orientasi kebijakan PSN yang bertumpu pada kebijakan ekonomi juga mengabaikan faktor lain yang membuat iklim investasi di Indonesia carut marut. Seperti soal kepastian dan penegakan hukum, dan pemberantasan korupsi.
Baca juga: Rumah Rusak Akibat Gempa Bengkulu Bertambah Jadi 255 Unit
Logika terbalik pemerintah dalam world economic forum competitiveness report secara konsisten menempatkan korupsi sebagai masalah utama penghambat investasi di Indonesia. Terbukti pemerintah kesulitan mencari investor untuk IKN.
Erasmus Cahyadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan praktiknya selama ini PSN menghilangkan sumber pangan dan pekerjaan masyarakat seperti hutan sagu, hutan aren, penyadapan karet, kemenyaan dan lainnya. Praktik ini bertentangan dengan Konvensi ILO Nomor 111 yang memandatkan antara lain kewajiban melindungi pekerjaan tradisional MHA.
Situasi yang dihadapi MHA dan masyarakat lokal akibat PSN tidak sejalan dengan instrumen HAM lainnya seperti Hak Sipil dan Politik serta Hak Ekonomi Sosial Budaya, juga UU Nomor 39 tentang HAM. PSN memunculkan diskriminasi penegakan hukum. Perusahaan yang melanggar aturan tidak ada penegakan hukum yang tegas. Berbeda jika masyarakat yang dituduh melanggar aturan langsung cepat ditindak aparat kepolisian.
Baca juga: Gunung Lewotobi Laki-Laki Awas Lagi, Lokasi Relokasi Ditetapkan di Noboleto
Sementara Yosep Suprayogi dari Tempo Witness mengritisi substansi dari buku, yakni perlu data yang komprehensif dari proses liputan. Hasil liputan investigasi itu harusnya lebih jauh menelusuri bentuk fasilitas atau lainnya hasil dari pendanaan DBH itu.
Kesimpulan dari diseminasi ini bahwa kolaborasi penting dilakukan antara komunitas terdampak, organisasi masyarakat sipil, lembaga bantuan hukum hingga media. [WLC02]
Discussion about this post