Wanaloka.com – Dalam dua tahun terakhir, dunia kembali dikejutkan dengan penyebaran wabah cacar monyet (monkeypox/MPox). Badan Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO) juga telah menetapkan MPox merupakan keadaan darurat kesehatan masyarakat global (public health emergency of international concern/PHEIC) untuk kedua kalinya.
Sejak Januari hingga Juni 2024, WHO telah melaporkan terdapat sekitar 99.000 kasus terkonfirmasi Mpox dengan 208 kematian. Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan Indonesia juga telah melaporkan adanya 88 kasus Mpox terkonfirmasi di Indonesia.
Menanggapi keadaan darurat ini, berbagai negara termasuk Indonesia, terus meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah laju penyebaran penularan virus ini.
Baca Juga: Jatam Rekam Jejak Bahlil dan Istana dalam Praktik Ijon Politik Nikel di Maluku Utara
Dosen FK-KMK UGM Eggi Arguni yang berpengalaman dalam menyikapi penyakit menular, khususnya untuk anak-anak, turut memberikan pandangan serta saran terkait pencegahan wabah cacar monyet di Indonesia. Eggi menyampaikan wabah ini pertama kali ditemukan tahun 1958 di Denmark, diawali dengan dua kasus seperti cacar pada koloni kera yang dipelihara untuk penelitian. Penyakit ini sebenarnya memiliki gejala sangat mirip dengan kasus smallpox (cacar) yang telah dieradikasi tahun 1980.
“Para ahli masih terus mempelajari evolusi virus ini. Karena adanya perubahan virus bisa menyebabkan timbulnya clade (sebuah bagian dari virus) yang lebih mudah menular dan lebih menimbulkan sakit berat,” jelas Eggi.
Terdapat dua Clade Monkeypox virus, yakni Clade I berasal dari Afrika Tengah (Congo Basin) dengan subclade 1a. Subclade 1a ini memiliki case fatality rate (CFR) lebih tinggi daripada clade lain dan ditularkan melalui beberapa mode transmisi. Sementara subclade 1b ditularkan sebagian besar dari kontak seksual dengan CFR 11 persen. Berbeda dengan Clade I, Clade II berasal dari di Afrika Barat dengan subclade IIa dan IIb dengan CFR 3,6 persen. Clade II memiliki CFR rendah dengan kasus sebagian besar berasal dari kontak seksual pada saat wabah pada 2022.
Baca Juga: Pakar UGM dan Anggota DPR Dorong Mitigasi Gempa Megathrust
Para ilmuwan menemukan ribuan kasus Clade I dalam kasus Mpox di 16 negara di Afrika dengan tingkat kematian mencapai 3-4 persen. Edukasi dan kesadaran masyarakat harus gencar dilakukan, termasuk melalui berbagai saluran komunikasi seperti media sosial, televisi, radio, serta kampanye langsung di komunitas-komunitas lokal.
Bisa Sebabkan Kematian
Meski gejala Mpox lebih ringan daripada smallpox, namun Mpox dapat menyebar sewaktu-waktu dan menjadi wabah di beberapa wilayah. Masa inkubasi Mpox juga termasuk panjang (bisa mencapai 3 minggu) dapat menyebabkan virus menjadi lebih cepat tersebar luas.
“Penyakit ini dapat bersifat ringan dengan gejala yang berlangsung 2 – 4 minggu, namun bisa berkembang menjadi berat, bahkan kematian,” kata Eggi pada 22 Agustus 2024.
Baca Juga: Data Pensiun Dini PLTU Batu Bara Belum Ada, Kian Ancam Lingkungan dan Kesehatan
Eggi menyebutkan masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cara penularan penyakit ini. Penularannya dapat melalui kontak langsung seperti kontak erat lewat cairan tubuh atau lesi kulit orang yang terinfeksi. Serta kontak tidak langsung, yakni kontak pada benda yang terkontaminasi atau droplet pernapasan, serta kontak langsung melalui hubungan seksual.
“Ruam di kulit, cairan tubuh, dan koreng sangat menular. Pakaian, tempat tidur, handuk atau peralatan makan yang telah terkontaminasi virus dari orang yang terinfeksi juga dapat menulari orang lain,” jelas dia.
Seperti yang diketahui, virus Mpox memiliki genomik DNA yang panjang. Berdasarkan teorinya, virus ini akan mengalami evolusi yang lebih lambat dibandingkan dengan virus bergenomik lebih pendek, seperti SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19.
Baca Juga: Greenpeace, Revisi UU Pilkada Lumpuhkan Demokrasi dan Berdampak Pada Kebijakan Lingkungan
Wabah cacar monyet ini telah disebut sebagai keadaan darurat lantaran telah menimbulkan banyak kematian. Meski sebagian besar orang yang mengalami Mpox memiliki gejala yang ringan, namun bentuk infeksi yang berat dapat menyebabkan kematian, sehingga penyakit ini tidak dapat dianggap remeh.
“Penanganan pencegahan yang tidak adekuat akan menyebabkan penyebaran infeksi virus ini sehingga akan berpotensi menjadi pandemi,” ucap dia.
Discussion about this post