Musim kemarau tahun ini belum merata karena angin Monsun Australia yang menjadi pendorong utama kemarau, masih relatif lemah. Selain itu, suhu muka laut yang lebih hangat dari normal di selatan Indonesia turut memperkuat potensi pertumbuhan awan konvektif yang dapat menghasilkan hujan deras meskipun secara klimatologis sudah memasuki musim kemarau.
Baca juga: Komisi IV DPR Janji Undang Aktivis Lingkungan untuk Bahas UU Baru Kehutanan
“Seharusnya, pada periode Maret hingga Mei angin Monsun Australia sudah dominan membawa massa udara kering dari Selatan,” ujar Dwikorita.
Namun kekuatannya tahun ini tertahan, sehingga sistem atmosfer skala mingguan seperti MJO, gelombang Rossby, dan gelombang Kelvin masih aktif dan turut mendorong pembentukan awan-awan hujan.
Masyarakat yang hendak bepergian ke tempat wisata diimbau selalu memperhatikan informasi cuaca terkini dari BMKG, seperti mengakses laman http://www.bmkg.go.id, aplikasi mobile infoBMKG, serta kanal media sosial resmi @infobmkg.
Baca juga: Walhi Riau Ingatkan Penertiban Taman Nasional Tesso Nilo Jangan Represif dan Militeristik
“Jangan hanya mengandalkan prediksi berdasarkan musim, karena dinamika atmosfer saat ini sangat aktif dan cepat berubah,” tegas Dwikorita.
Ia juga mengingatkan dengan kondisi cuaca yang masih dinamis, masyarakat diminta untuk menyesuaikan aktivitas wisata dengan perkembangan cuaca terkini, termasuk membawa perlengkapan seperti jas hujan dan pakaian hangat, serta menghindari aktivitas luar ruang jika terdapat peringatan cuaca buruk.
BMKG terus memantau perkembangan sistem atmosfer secara real-time dan akan menyampaikan peringatan dini apabila terindikasi adanya peningkatan risiko cuaca ekstrem.
“Kami terus memutakhirkan prakiraan cuaca harian dan peringatan dini untuk memastikan masyarakat dapat berwisata dengan aman dan nyaman,” imbuh dia. [WLC02]
Sumber: BMKG
Discussion about this post