Selain itu, 39 jurnalis telah dipenjara, terutama di Asia dan Pasifik, terkait dengan pelaporan mereka tentang isu lingkungan.
Baca Juga: Visual Dahsyatnya Erupsi Eksplosif Gunung Ruang 30 April 2024
Gugatan pencemaran nama baik juga sering digunakan untuk menekan pelaporan investigasi lingkungan dengan setidaknya 68 kasus, dengan jumlah kasus yang lebih tinggi terjadi di Eropa dan Amerika Utara.
Telah terjadi setidaknya 193 serangan terhadap jurnalis dan media saat meliput protes lingkungan dalam 15 tahun terakhir, terutama di Eropa, Amerika Utara, Amerika Latin dan Karibia. Polisi dan aparat militer adalah pelaku paling umum dengan 46 persen serangan, sementara pengunjuk rasa menyumbang 17 persen serangan.
Kedua, survei UNESCO dan Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) yang menerima tanggapan lebih dari 900 jurnalis. Meliputi 41 persen perempuan, dari 129 negara (Afrika 43 persen; Asia dan Pasifik 19 persen; Amerika Latin dan Karibia 16 persen; Eropa dan Amerika Utara 14 persen; negara-negara Arab 8 persen).
Baca Juga: Erupsi Fase Kedua Gunung Ruang, BMKG Pantau Potensi Tsunami
Ketiga, temuan utama adalah serangan, ancaman, atau tekanan saat meliput masalah lingkungan hidup. Lebih dari 70 persen jurnalis yang disurvei melaporkan mengalami serangan, ancaman, atau tekanan saat meliput isu lingkungan.
Di antara mereka yang melaporkan serangan, ancaman, atau tekanan, meliputi 60 persen terindikasi menjadi korban pelecehan online, 41 persen mengalami serangan fisik, seperempatnya dituntut secara hukum, 75 persen berdampak pada kesehatan mental mereka.
Hampir separuh jurnalis melaporkan telah melakukan praktik sensor mandiri. Juga menyatakan upaya itu didorong atas ketakutan akan potensi serangan, narasumber terpapar bahaya, dan/atau kesadaran bahwa liputan isu lingkungan hidup mungkin bertentangan dengan kepentingan pemberi kerja atau pemasang iklan.
Baca Juga: Letusan Eksplosif Gunung Ruang Terjadi Lagi, Status Kembali Awas
Lebih dari 80 persen perempuan jurnalis yang melaporkan menjadi korban serangan saat meliput isu lingkungan menerima ancaman psikologis atau tekanan. Dari seluruh responden yang melaporkan menjadi korban setidaknya satu serangan, responden perempuan mengatakan mereka lebih sering mengalami serangan digital dibandingkan laki-laki (62 persen).
Kondisi tersebut sejalan dengan tren global yang diidentifikasi dalam laporan Chilling bahwa perempuan jurnalis lebih sering menjadi sasaran kekerasan online dibandingkan laki-laki. Dan 83 persen perempuan jurnalis yang pernah mengalami serangan dan/atau ancaman saat meliput isu lingkungan mengatakan hal tersebut berdampak pada kesehatan mental mereka.
Baca Juga: Irwan Meilano, Gempa M6,2 Bukti Ada Potensi Gempa Merusak Selain Megathrust
Lebih dari dua pertiga jurnalis berpendapat disinformasi terkait perubahan iklim telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
“Mereka juga menganggap jurnalisme belum berbuat banyak untuk melawannya,” imbuh National Information Officer (Pusat Informasi PBB/UNIC), Siska Widyawati.
Dari jumlah tersebut, 68 persen melaporkan hal tersebut terkait konflik kepentingan dengan pemangku kepentingan yang bersangkutan. [WLC02]
Discussion about this post