Wanaloka.com – Ibu Kota Negara (IKN) baru akan menempati area seluas 256 hektare di Penajam, Kalimantan Utara. Status area tersebut merupakan kawasan hutan. Penggunaan area hutan untuk IKN dengan alasan pemerintah akan mengusung konsep kota maju, pintar, hijau, dan forest city. Meskipun luasan kawasan hijau di sana direncanakan seluas 75 persen wilayah IKN, sejumlah pakar kehutanan mempertanyakan.
“Artinya, pemerintah melakukan deforestasi sebesar 30 persen untuk pembangunan infrastruktur dan sebagainya,” kata Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwiko Budi Permadi dalam Fisipol Leadership Forum Live bertajuk “Transformasi Kalimantan Timur Sebagai IKN Baru Menuju Masyarakat Hijau” yang digelar di Fisipol UGM pada 23 Mei 2023.
Sementara berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kemampuan untuk melakukan rehabilitasi hutan seluas 900 hektare per tahun mempunyai prosentase keberhasilan rendah. Selain itu, membutuhkan waktu sekitar 99 tahun untuk bisa mentransformasi hutan IKN menjadi hutan kembali.
Baca Juga: Pameran Foto Kilas Pitulas Gempa Yogya 2006
Sedangkan laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) disebutkan, bahwa kondisi hutan di kawasan IKN juga tidak berada dalam kondisi baik. Dari 256 ribu hektare kawasan hanya 43 persen saja yang berhutan. Artinya, sebenarnya terjadi deforetasi yang cukup besar mencapai 57 persen kawasan.
Tak heran, pemindahan IKN masih menjadi perdebatan. Pembangunan IKN dikhawatirkan berdampak merusak hutan Kalimantan yang dikenal sebagai paru-paru dunia. Dwiko pun menyebutkan ada ancaman deforestasi dalam pembangunan IKN. Deforestasi secara terencana terjadi pada sektor-sektor yang memanfaatkan lahan hutan, mengkonversi serta mengubah peruntukan lahan hutan.
“Nah, situasi seperti itu harus kita bagaimanakan?” taya Dwiko.
Baca Juga: Kalbar Siaga Darurat Karhutla, Ketapang Terbanyak Titik Panas
Sejauh ini, Fakultas Kehutanan UGM punya teknologi reforestasi close to nature yang sudah dipraktikan. Hasilnya, teknologi tersebut mampu meningkatkan cadangan karbon dari 100 menjadi 200 ton per hektare.
Artinya, harus meningkatkan forset recovery. Pertanyaan selanjutnya, mampukah mentransformasi hutan eukaliptus yang kualitasnya lebih rendah dari primer menjadi hutan tropis yang mampu mensuplai oksigen, biodiversitas, mempertahankan kelestarian hutan dan lainnya?
“Nah, political will pemerintah seperti apa untuk ini? Apakah IKN bisa jadi spirit baru untuk mentransformasi?” tanya Dwiko.
Baca Juga: Tiga Gempa Hingga Skala 6,2 Magnitudo Guncang Laut Indonesia
Forest City Diterapkan di Semua Kota
Dwiko pun mengusulkan supaya prinsip pembangunan IKN bisa diterapkan di seluruh kota di Indonesia. Untuk mewujudkan kota pintar, maju, dan hijau di Indonesia tidak perlu menunggu pembangunan IKN di Kalimantan Timur selesai.
“Presiden Jokowi juga perlu meminta semua kota harus memenuhi kriteria IKN. Ini menjadi tantangan para pemimpin masa depan,” tegas Dwiko.
Jargon atau prinsip pembangunan IKN, menurut Dwiko bisa diwujudkan di kota-kota Indonesia lainnya. Key Performance Indicator (KPI) untuk IKN dapat diterapkan di kota-kota seperti Samarinda, Medan, Surabaya, Yogyakarta dan lainnya.
Baca Juga: Wahyu si Macan Tutul Jawa Perkaya Keanekaragaman Hayati Indonesia
Discussion about this post