Kamis, 13 November 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Djati Mardiatno, Masyarakat Bisa Lakukan Mitigasi Kekeringan Mandiri

Kekeringan merupakan kondisi alam yang tidak dapat dihindari oleh negara tropis, seperti Indonesia.

Minggu, 22 September 2024
A A
Guru Besar Bidang Geomorfologi Lingkungan Fakultas Geografi, Prof. Djati Mardiatno. Foto geo.ugm.ac.id.

Guru Besar Bidang Geomorfologi Lingkungan Fakultas Geografi, Prof. Djati Mardiatno. Foto geo.ugm.ac.id.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kekeringan akan terjadi lebih panjang mulai Mei sampai Oktober 2024. Kondisi iklim Indonesia juga menunjukkan gejala la nina yang lemah. Artinya, curah hujan akan menurun dan masyarakat hanya bisa mengandalkan sumber air tanah beberapa bulan ke depan.

Pakar Mitigasi Bencana dari Fakultas Geografi UGM, Prof. Djati Mardiatno menuturkan prediksi BMKG tersebut tidak sepenuhnya meleset. Gejala iklim yang berubah, baik di rumpun regional maupun global memiliki dampak yang sangat besar terhadap perubahan musim di Indonesia. Apalagi kekeringan merupakan kondisi alam yang tidak dapat dihindari oleh negara tropis, seperti Indonesia.

“Gejala el nino juga tidak terlalu parah. Tingkat keparahannya tidak seperti yang diprediksikan sebelumnya,” ujar Pakar Mitigasi Bencana dari Fakultas Geografi UGM, Djati Mardiatno, Jumat, 20 September 2024.

Baca Juga: Kadar Glukosa Penderita Diabetes Turun Usai Konsumsi Kratom

Dampak perubahan iklim

Perubahan iklim yang dinamis ini disebabkan kondisi geografi dan hidrogeologi Indonesia yang beragam. Beberapa tempat mengalami kekeringan, sedangkan tempat lain belum dapat dikategorikan sebagai bencana kekeringan.

Ia memberikan contoh daerah Gunungkidul di DIY dan Nusa Tenggara Timur yang sering disebut sebagai daerah yang dikenal sulit mendapatkan sumber air apalagi saat musim kemarau melanda. Bahkan di daerah tersebut, musim kemarau berlangsung lebih panjang dibanding wilayah lain.

Untuk dapat menilai suatu daerah memiliki potensi kekeringan atau tidak, menurut Djati, harus memperhatikan tipe dan zona iklim regional, material penyusun geologis, serta sistem alam yang terdapat di suatu daerah tersebut.  Selain itu, perubahan iklim juga mempengaruhi curah hujan yang turun di beberapa daerah di Indonesia.

Baca Juga: Irwan Meilano, Gempa Bumi Tak Hanya dari Zona Megathrust di Pantai Selatan

Perkiraan iklim sebelumnya disebutkan, bahwa puncak musim kemarau akan berlangsung pada bulan Agustus hingga September. Sementara bulan September adalah bulan saat sumber mata air cenderung asat (kering). Namun perubahan iklim tidak menutup kemungkinan akan ada hujan turun pada bulan Agustus-September, meskipun sedikit.

Salah satu sektor penting yang dirugikan dari perubahan iklim adalah sektor pertanian. Sebab saluran irigasi merupakan unsur penting yang menggerakkan sektor ini. Tanpa pengairan yang cukup, tanaman tidak akan bisa tumbuh dan sawah akan mengering. Hal ini akan berimbas pada kelangkaan stok bahan pangan dan kenaikan harga sembako.

“Kemarau panjang itu tidak terlalu ekstrim sehingga kemungkinan gagal panen itu rendah,” ujar Guru Besar Bidang Geomorfologi Lingkungan itu.

Baca Juga: Kamajaya Bantu Petani Pastikan Awal Musim Tanam Lebih Akurat

Mitigasi pemerintah dan masyarakat

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: bencana kekeringanGuru Besar Bidang Geomorfologi Lingkungan Prof Djati Mardiatnomitigasi kekeringanperubahan iklim

Editor

Next Post
Pembuatan pupuk organik dan pestisida alami di Maratua, Berau, Kalimantan Timur. Foto ITB.

Akses Pupuk Kimia Sulit, Petani Maratua Membuat Pupuk Organik

Discussion about this post

TERKINI

  • Ilustrasi cuaca ekstrem. Foto Soetana Hasby/Wanaloka.com.Peringatan BMKG, Cuaca Ekstrem Sepekan Ini
    In News
    Senin, 10 November 2025
  • Ilustrasi ancaman perubahan iklim bagi masa depan anak. Foto Pexels/pixabay.comJejaring CSO Ajak Anak Muda Pantau Negosiasi Solusi Iklim Indonesia di COP 30 
    In News
    Minggu, 9 November 2025
  • Berperahu menuju Pulau Pamujan di Desa Domas, Kabupaten Serang, Banten. Foto Dok. ITB.Pulau Pamujan, Punya Tutupan Mangrove Asri Tetapi Terancam Abrasi
    In Traveling
    Minggu, 9 November 2025
  • Dosen ITB, Andy Yahya Al Hakim, memberikan sosialisasi di Pusat Informasi Geologi Geopark Ijen, 15 September 2025. Foto Tim PPM/ITB.Sumber Air Sekitar Kawah Ijen Tercemar Fluorida, Gigi Warga Kuning dan Keropos
    In IPTEK
    Sabtu, 8 November 2025
  • Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Utusan Khusus Presiden Indonesia Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo dan Menteri KLH/BPLH Hanif Faisol Nurofiq di Forum COP 30 di Belem, Brasil. Foto Dok. KLH/BPLH.Klaim dan Janji-janji Indonesia di Forum Iklim Global COP30 Belém
    In Lingkungan
    Sabtu, 8 November 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media