Sebuah studi yang dilakukan Energy Sector Management Assistance Program (ESMAP) menyatakan, sejak 1990 lebih dari 1.300 jaringan listrik berskala kecil (mini grid) yang didanai pemerintah telah dimanfaatkan masyarakat. Namun hingga 2017, pemerintah mendapati 150 desa meninggalkan jaringan listrik skala kecil karena kehadiran PLN. Hanya tersisa 6 persen dari jaringan listrik skala kecil yang beroperasi setelah jaringan listrik utama (PLN) hadir.
Diskusi kelompok terfokus (Focus Group Disccusion/FGD) yang diselenggarakan Walhi juga mendokumentasikan masalah pengembangan energi terbarukan berbasis komunitas. Di sejumlah daerah, seperti Seloliman (Mojokerto, Jawa Timur), Dusun Silit (Sintang, Kalimantan Barat), dan Kamanggih (Sumba, Nusa Tenggara Timur), masyarakat setempat membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dengan kapasitas 25-45 KW yang dapat menyediakan penerangan bagi empat desa.
Namun komunitas masyarakat juga merasakan ancaman dari keberlanjutan PLTMH. Salah satunya, akibat kehadiran PLN. Bahkan, hanya dengan pemasangan tiang yang belum dialiri listrik saja, warga sudah membayangkan akhir dari keberlanjutan energi berbasis komunitas tersebut. Dari tiga lokasi yang disebut, hanya masyarakat di Kamanggih yang bersedia untuk menjual listriknya kepada PLN. Sisanya, khawatir jika teknologi yang mereka bangun nantinya menjadi barang rongsokan.
Baca juga: PN Unaaha Putuskan PLTU Lakukan Perbuatan Melawan Hukum di Morosi
Penulisan buku ini oleh para aktivis lingkungan Walhi, yakni Fanny Tri Jambore, Wahyu Eka Styawan, Hendrikus Adam, Umbu Wulang T.P menggunakan metode naratif sebagaimana dijelaskan Christine Bold (2012) dalam karyanya Reporting Narrative Research. Pendekatan ini menekankan pada penggunaan teknik bercerita untuk menyajikan informasi secara kronologis, dengan menampilkan pengalaman masyarakat sebagai inti dari laporan.
Dengan demikian, laporan ini tidak hanya menyampaikan fakta dan data, tetapi juga menggambarkan bagaimana masyarakat mengalami, memahami, dan merespon praktik energi terbarukan berbasis komunitas. Pada dasarnya proses penulisan ini mencoba menarasikan ulang apa yang telah diceritakan narasumber melalui pengalamannya atau kesehariannya.
Kemudian cerita-cerita dari narasumber tersebut dirangkai dan terhubung satu sama lainnya untuk menunjukkan sebuah fenomena lewat cerita upaya membangun dan mengaplikasikan praktik baik Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam skala lokal.
Baca juga: Ada 42 Ekor Harimau Sumatera Tertangkap Kamera Trap di Bentang Alam Bengkulu
Selama proses penulisan, terdapat tiga lokasi yang menjadi fokus riset yakni pertama PLTMH Kalimaron yang terletak di Dukuh Janjing, Desa Seloliman, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Lokasi yang kedua, PLTMH Kampung Silit yang terletak di Dusun Silit di Desa Nanga Pari, Kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat. Terakhir, lokasi ketiga yakni PLTMH Kamanggih yang terletak di Desa Kamanggih dan Desa Kambata Bundung terletak di Kecamatan Kahaungu Eti, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Para penulis melakukan wawancara mendalam kepada komunitas dengan mengunjungi secara langsung. Terlibat dalam pertemuan kampung, melakukan secara langsung observasi lapangan untuk mengetahui praktik serta kerja PLTMH. Kemudian dari hasil temuan dirangkai menjadi catatan yang kemudian dianalisis menjadi sebuat narasi tentang praktik energi terbarukan berbasis komunitas. [WLC02]
Sumber: Walhi







Discussion about this post