Wanaloka.com – Kasus dugaan korupsi proses pemutihan sawit sudah terendus lama. Bermula saat Sawit Watch meminta transparansi atau keterbukaan informasi sejak awal proses pemutihan sawit digaungkan. Sebab peran pengawasan publik tidak dapat berjalan, lantaran data, informasi, dan perkembangan terkait pemutihan sawit tidak terbuka kepada publik. Padahal Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah menyatakan proses ini dapat dibuka.
“Faktanya, data resmi pemerintah sulit diakses. Kami telah mencoba bersurat resmi ke Kementerian LHK, tapi tidak berbuah manis. Satu-satunya informasi perkembangan proses pemutihan sawit, kami dapatkan pasca melakukan perkara uji materiil di Mahkamah Agung (MA). Tertutupnya proses ini dikhawatirkan berpotensi besar menjadi celah tindak pidana korupsi,” papar Direktur Sawit Watch, Achmad Surambo dalam siaran tertulis yang diterima Wanaloka.com tertanggal 13 Oktober 2024.
Lantas apa saja temuan Sawit Watch?
Rambo membeberkan kronologi pengajuan uji materiil atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kehutanan pada September 2023. PP tersebut merupakan peraturan teknis mekanisme pemutihan sawit.
Baca Juga: Laporan BMKG Gempa Dangkal Magnitudo 5,8 Guncang Aceh Besar
Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 42 P/HUM/2023, MA memutuskan menolak permohonan uji materiil ini pada 21 Desember 2023.
“Melalui putusan ini, kami mendapatkan sejumlah fakta menarik terkait pemutihan sawit,” terang Rambo.
Bahwa berdasarkan keterangan pemerintah, terdapat 3.690 subjek hukum pemutihan sawit yang tertuang pada 15 Surat Keputusan Menteri LHK yang telah dikeluarkan pada rentang Juni 2021 hingga Oktober 2023. Namun hanya 17 subjek hukum yang diberikan pelepasan kawasan hutan dan hanya 35 subjek hukum yang dikenakan sanksi administratif, berupa denda, Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).
Baca Juga: Komnas HAM Lakukan Verifikasi atas Konflik Agraria di Pulau Rempang
Adapun rincian perkembangan sanksi administratif periode 1 Januari 2023 hingga 28 Oktober 2023 sebagai berikut, Denda administratif berdasarkan PP 24 Tahun 2021 yang telah terbayar berjumlah sebesar Rp239 miliar, PSDH dari Keterlanjuran Tebang sebesar Rp61 miliar, dan DR dari Keterlanjuran Tebang sebesar Rp13 juta.
“Atas fakta tersebut, kami melihat ada hubungan antara proses pemutihan sawit dengan celah tindak pidana korupsi dalam tata kelola sawit di kawasan hutan,” kata Rambo.
Bahwa proses tersebut tidak berjalan maksimal. Hanya segelintir perusahaan saja yang dikenakan mekanisme ini. Artinya, kebijakan ini dipertanyakan efektifitasnya karena berjalan tidak sesuai harapan.
Baca Juga: Masyarakat Pesisir Minta Menteri KKP Baru Magang di Kampung Pesisir
“Sudah seharusnya proses penegakan hukum kembali ditegakkan bagi korporasi yang melakukan kegiatan ilegal sawit, alih-alih melakukan pemutihan,” kata Rambo.
Ketua Pusat Hukum dan Resolusi Konflik (Puraka), Ahmad Zazali menambahkan, pihaknya telah melakukan analisis proses perkembangan penerapan sanksi administratif bagi usaha di kawasan hutan tanpa izin hingga Agustus 2022. Penyelesaian kinerja Kementerian LHK dalam penyelesaian usaha dalam kawasan hutan tanpa izin masih sangat rendah dan lamban.
Dari 1.192 subjek hukum yang sudah diminta kelengkapan data oleh KLHK, baru 240 subjek hukum yang telah melengkapi data. Kemudian baru 65 subjek hukum yang sudah sampai tahap verifikasi lapangan, 48 subjek hukum yang sudah sampai tahap penafsiran citra satelit resolusi tinggi, serta sedikitnya 15 subjek hukum yang telah membayar denda.
Discussion about this post