Baca juga: Pengesahan RUU Masyarakat Adat Penting di Tengah Konflik Masyarakat dan Negara
Hanif juga menegaskan pentingnya perlindungan kawasan karst dalam kebijakan lingkungan daerah.
“Bencana banjir yang terjadi akhir Maret lalu harus menjadi peringatan. Karst bukan hanya batu. Ia menyimpan air, menopang kehidupan, dan mencerminkan keseimbangan alam,” jelas dia.
Ia menjelaskan tentang Peraturan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Nomor 2 tahun 2025 tentang Imbal Jasa Lingkungan Hidup. Bahwa para petani Gari yang telah berkontribusi dalam merawat karst dan melakukan penghijauan, sepatutnya mendapat imbalan jasa.
Baca juga: Ironis, Hari Bumi 2025 Masih Ada Puluhan Ribu Lubang Tambang Batu Bara di Kalimantan Timur
“Sudah ada aturan hukumnya. Ini wujud apresiasi pemerintah terhadap budi baik warga merawat alam,” lanjut dia.
Rekomendasinya, KLH/BPLH mendorong Pemda Gunungkidul segera menyusun dan menetapkan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) yang memasukkan perlindungan ekosistem karst berdasarkan daya dukung, daya tampung, dan nilai jasa lingkungannya.
Baca juga: Teknologi IPHA Hemat Air dan Meningkatkan Produktivitas Padi, Tapi Rentan Hama Tikus
Kunjungan kerja tersebut diakhiri dengan dialog bersama masyarakat dan kelompok pengelola yang memperlihatkan sinergisitas antara pemerintah dan rakyat untuk melahirkan solusi konkret yang inklusif. Sebab Gunungkidul bukan sekadar lokasi pemulihan lingkungan, melainkan diklaim sebagai titik awal lahirnya model pembangunan berkelanjutan yang mengakar pada nilai lokal dan kolaborasi lintas sektor.
“Kami ingin model seperti ini bukan hanya berhenti di sini, tapi bisa ditiru di tempat lain. Karena bangsa ini butuh lebih banyak kisah sukses yang dimulai dari desa,” kata Hanif. [WLC02]
Sumber: Kementerian LH
Discussion about this post