Baca Juga: 217 Gempa Tektonik dan 9 Gunung Meletus Sepanjang 2022
Bagi penggugat, mereka tidak mengajukan gugatan hanya untuk menerima kompensasi atas kerugian pribadi yang mereka derita. Melainkan, mereka juga berusaha berkontribusi untuk melestarikan mata pencaharian jutaan orang, terutama di Global South, yang secara eksistensial terancam krisis iklim.
Gugatan Iklim Pertama
Ada sejumlah tuntutan dari keempat penggugat. Pertama, menuntut Holcim memberikan ganti rugi yang proporsional atas krisis iklim yang mereka alami berupa kontribusi perusahaan itu secara finansial untuk tindak pencegahan banjir. Kedua, menuntut Holcim mengurangi emisi CO2 sebesar 43 persen pada 2030 dan sebesar 69 persen pada 2040 jika dibandingkan dengan emisi perusahaan pada tahun 2019.
Baca Juga: Sumber Gempa Garut Magnitudo 4,3 yang Guncangannya hingga IV MMI
Tuntutan tersebut sejalan dengan target yang ditetapkan Perjanjian Iklim Paris 2015 yang membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat. HEKS (Bantuan Gereja Swiss), Pusat Kajian Konstitusional dan Hak Asasi Manusia Eropa (ECCHR), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendukung gugatan keempat warga Indonesia tersebut dengan kampanye “Call for Climate Justice”.
Pengajuan pengaduan dari Indonesia tersebut menandai proses perdata formal pertama di Swiss terhadap perusahaan yang berkontribusi terhadap krisis iklim. Keempat penggugat Indonesia menuntut pelanggaran hak individu (ZGB 28) akibat emisi CO2 berlebihan di masa lalu, berkelanjutan, dan di masa mendatang dari pihak Holcim, yang telah dan akan menyebabkan kerusakan (OR 41) di pulau tersebut. Sebuah studi oleh Forum Iklim Global (Global Climate Forum) pun telah membuktikan, bahwa kerusakan di Pulau Pari disebabkan oleh pemanasan global.
Sedikit dan Terlambat Kurangi Emisi
Holcim adalah pemimpin global dalam industri semen, bahan dasar beton, dan salah satu dari 50 penghasil emisi CO2 terbesar dari semua perusahaan di seluruh dunia. Dalam produksi semen, sejumlah besar CO2 dilepaskan. Menurut sebuah penelitian, antara tahun 1950 dan 2021, perusahaan Swiss ini telah melepaskan lebih dari 7 juta ton CO2. Jumlah itu setara dengan 0,42 persen dari semua emisi CO2 industri global sejak tahun 1750 atau dua kali lipat lebih dari yang telah dikeluarkan Swiss selama periode waktu yang sama. Holcim memikul tanggung jawab yang signifikan atas krisis iklim dan situasi di Pulau Pari.
Baca Juga: Gempa Cianjur Masih Terjadi, BNPB Tegaskan Pendataan Dilakukan Lagi
Berdasarkan analisis tentang strategi iklim korporasi yang diterbitkan HEKS, Holcim melakukan terlalu sedikit upaya untuk mengurangi emisinya dan memulai prosesnya terlalu terlambat. Target iklim Holcim saat ini juga jauh dari cukup untuk mencapai tujuan Perjanjian Iklim Paris yang telah disepakati untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat.
Artinya, Holcim berencana untuk mengurangi emisinya per ton semen, daripada menerapkan pengurangan emisi secara absolut. Metode Science Based Target Initiative (SBTI) yang menilai dan memvalidasi target iklim Holcim, juga menuai kritik. Sebab fakta menunjukkan, bahwa dalam pengalokasian sisa anggaran emisi kepada tiap-tiap pelaku, metode tersebut hanya memperkuat status quo. Sama sekali tidak mempertimbangkan tanggung jawab historis dan status ekonomi pelaku pencemar.
Dengan kata lain, pemimpin pasar dunia dalam sektor industri semen ini tak melakukan banyak upaya penting untuk mengurangi emisi agar pemanasan global tidak melebihi 1,5 derajat. Tindakannya datang terlambat. Ini dibuktikan dalam analisis baru tentang strategi iklim Holcim. Dan pertama kalinya, perusahaan Swiss ini harus bertanggung jawab atas perannya dalam berkontribusi terhadap krisis iklim di pengadilan. [WLC02]
Sumber: Walhi Nasional
Discussion about this post