Wanaloka.com – Ancaman tambang nikel masih mengintai Raja Ampat, sebuah kawasan konservasi penting di dunia itu. Kendati pemerintah menyatakan telah mencabut empat dari lima izin usaha pertambangan (IUP) aktif di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Greenpeace Indonesia kembali meluncurkan laporan yang mengungkap rencana penambangan nikel di Raja Ampat itu secara utuh.
Dalam laporan berjudul “Surga yang Hilang? Bagaimana Pertambangan Nikel Mengancam Masa Depan Salah Satu Kawasan Konservasi Paling Penting di Dunia” yang dirilis Kamis, 12 Juni 2025, Greenpeace membeberkan bahwa total ada 16 izin pertambangan nikel di Raja Ampat. Meliputi lima izin aktif dan 11 izin yang sebelumnya pernah diterbitkan, tetapi sudah dibatalkan atau kedaluwarsa.
Bahkan sebanyak 13 dari 16 izin yang ditemukan itu berada dalam kawasan Geopark Global UNESCO. Lebih dari setengahnya terletak di dalam atau pernah berada di kawasan lindung menurut klasifikasi lahan pemerintah Indonesia (meskipun perlu dicatat bahwa perusahaan dalam beberapa kasus masih dapat secara legal mengakses lahan tersebut).
Baca juga: Tim Ekspedisi Sulawesi Temukan Katak Terbang yang Hilang Satu Abad
Berdasarkan investigasi Greenpeace, ada enam temuan, meliputi:
Pertama, dua izin yang sebelumnya dibatalkan atau kedaluwarsa ternyata diterbitkan kembali pada 2025. Berdasarkan temuan Greenpeace, dua izin itu untuk PT MRP dan PT Nurham yang ikut dicabut lagi kemarin.
Kedua, tiga izin lain yang sebelumnya dibatalkan atau kedaluwarsa, kini aktif kembali setelah perusahaan memenangkan gugatan melalui pengadilan.
Ketiga, izin yang sebelumnya diterbitkan untuk pertambangan nikel di Kepulauan Fam mencakup area tujuan wisata terkenal, yakni Piaynemo.
Baca juga: Dua Pabrik Peleburan Logam Disegel, Proses Hukum Satu Pabrik Diabaikan Sejak 2023
Piaynemo adalah salah satu lokasi paling terkenal di Raja Ampat yang menjadi destinasi wisata terkenal. Gambarnya pun diabadikan dalam lembar uang kertas seratus ribu rupiah Indonesia itu,
“Yang mengagetkan, Piaynemo termasuk di antara area yang pernah diberikan izin pertambangan nikel,” ungkap Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas.
Keempat, sejumlah politically exposed persons (PEPs) atau orang yang punya pengaruh politik ada di balik tambang nikel aktif di Raja Ampat.
Kelima, ada rantai pasok bijih nikel dari Raja Ampat ke PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Maluku Utara.
Baca juga: Tanggul Laut Masih Jadi Solusi Pemerintah Atasi Rob di Pesisir Utara Jawa
Bijih nikel dari Raja Ampat diproses pabrik peleburan yang berlokasi di IWIP di Maluku Utara. Kawasan industri ini memasok produsen baja nirkarat dan komponen baterai kendaraan listrik, juga pembeli lainnya.
Keenam, rencana pembangunan smelter di Sorong secara tak langsung menandakan bahwa ancaman tambang nikel di Raja Ampat belum berlalu.
Dengan demikian, pencabutan empat IUP di Raja Ampat tidak serta-merta menyelesaikan permasalahan sosial dan lingkungan yang telah berlangsung. Sebab ada preseden buruk, bahwa pengaktifan kembali IUP yang telah dicabut pernah terjadi di Raja Ampat. Kondisi ini menandakan bahwa ancaman kerusakan lingkungan akibat tambang nikel di Raja Ampat belum sepenuhnya hilang dengan pencabutan izin.
Baca juga: Seruan Mengawal Revisi UU Kehutanan, Akhiri Anggapan Hutan Komoditas Milik Negara
Greenpeace Indonesia khawatir pernyataan pemerintah tentang pencabutan izin itu hanya untuk meredam kehebohan dan tuntutan publik. Greenpeace bersama 60 ribu orang yang sudah menandatangani petisi akan terus memantau supaya Raja Ampat betul-betul dilindungi.
“Pemerintah harus melindungi seluruh Raja Ampat dan menghentikan semua rencana penambangan nikel serta rencana pembangunan smelter di Sorong,” tegas Arie Rompas.
Termasuk mencabut pula izin PT Gag Nikel, demi pelindungan Raja Ampat secara menyeluruh. Analisa Greenpeace terhadap data pemerintah Indonesia dan putusan pengadilan menunjukkan, bahwa tiga perusahaan tambahan sedang menempuh jalur hukum untuk mengaktifkan kembali izin yang sebelumnya telah dicabut.
Baca juga: Jatam Ungkap Deforestasi Pulau Gag Akibat Tambang Nikel Capai 262 Hektare
“Tidak menutup kemungkinan sejumlah izin lainnya juga akan diaktifkan kembali,” imbuh dia.
Benahi proses pengawasan perizinan
Dalam acara media briefing dan diskusi peluncuran laporan Surga yang Hilang juga turut menghadirkan artis Angela Gilsha. Ia turut bersama Greenpeace Indonesia menyaksikan kerusakan akibat tambang nikel di Raja Ampat pada awal Mei lalu. Sebagai pecinta wisata bawah laut, Angela dikagetkan dengan keberadaan tambang nikel di wilayah Global Geopark UNESCO. Angela juga menceritakan pengalamannya dikejar petugas keamanan tambang nikel di Pulau Kawe saat mengambil gambar.
Discussion about this post