Wanaloka.com – Kebijakan pemerintah membiarkan PT Gag Nikel (PT GN), anak usaha PT Antam Tbk, tetap melakukan aktivitas penambangan di Pulau Gag seluas 13.136 hektare patut dipertanyakan. Meskipun pencabutan empat izin tambang lainnya, yakni izin usaha tambang (IUP) PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), dan PT Nurham (PT N) merupakan langkah positif, namun membiarkan PT GN tetap diizinkan beroperasi di pulau kecil menunjukkan sikap setengah hati pemerintah dalam melindungi ekosistem Raja Ampat.
“Seharusnya, berdasarkan regulasi yang ada, tidak boleh ada aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil yang berpotensi merusak lingkungan,” terang Kepala Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Fanny Tri Jambore, Kamis, 12 Juni 2025.
Yang harus dipahami adalah, bahwa pertambangan di pulau-pulau kecil merupakan ancaman bagi ekologi dan kehidupan masyarakat. Pulau-pulau kecil memiliki daya dukung dan daya tampung lingkungan yang sangat terbatas. Operasi pertambangan tidak hanya menghancurkan ekosistem darat, tetapi juga mengancam kehidupan bawah laut yang menjadi sumber ekonomi dan pangan bagi masyarakat setempat. Pulau Gag, misalnya, telah mengalami degradasi ekosistem akibat operasi pertambangan.
Baca juga: Enam Temuan Baru Greenpeace Ungkap Rencana Besar Industri Nikel di Raja Ampat
Dalam laporan Ekspedisi Tanah Papua 2021 dari Kompas, warga melaporkan bahwa ikan-ikan yang dulu berlimpah di sekitar Pulau Gag kini menghilang. Wilayah pesisir yang dulu disebut sebagai “sarang ikan”, kini berubah menjadi dermaga bongkar muat material nikel.
Debu dari aktivitas tambang juga membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Angin kencang yang bertiup ke pemukiman, membuat debu beterbangan dan menyebabkan warga mengalami gangguan pernapasan. Keluhan lain yang muncul adalah kekhawatiran penyakit kulit akibat pencemaran air laut.
Sementara itu, Pulau Kawe, yang luasnya kurang dari 50 kilometer persegi, juga menghadapi ancaman serupa. Pulau ini berdekatan dengan kawasan Suaka Alam Perairan Waigeo Sebelah Barat, yakni rumah bagi ekosistem laut yang kaya. Aktivitas pertambangan lama-kelamaan akan menggerus keberadaan Pulau Kawe, yang seharusnya dilindungi karena posisinya strategis dalam ekosistem Raja Ampat.
Baca juga: Tim Ekspedisi Sulawesi Temukan Katak Terbang yang Hilang Satu Abad
Masyarakat adat terancam disingkirkan
Seluruh problem yang tengah terjadi ini muncul akibat regulasi yang tidak ditegakkan. Jika merujuk pada peraturan yang ada, pertambangan di pulau-pulau kecil seharusnya tidak terjadi. Sekalipun pemerintah berdalih bahwa Pulau Gag tidak masuk dalam Kawasan Geopark Raja Ampat, namun aktivitas penambangan yang dilakukan PT. GN di sana tetap melanggar ketentuan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sebab Pulau Gag masuk dalam kategori pulau kecil, kegiatan penambangan bukan kegiatan yang diprioritaskan, serta dilarang sebagaimana Pasal 1 angka 3, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf K.
Selain itu, terdapat beberapa preseden Putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang secara jelas menegaskan. Bahwa kegiatan penambangan di pulau kecil dilarang karena merupakan “bentuk kegiatan yang menimbulkan ancaman sangat berbahaya (abnormally dangerous activities) yang berdampak serius serta kerusakannya tidak dapat dipulihkan” sebagaimana Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57 P/HUM/2022 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023.
Discussion about this post