Wanaloka.com – Timbunan limbah cangkang kerang hijau yang menggunung di kawasan pesisir Cilincing, Jakarta Utara, dinilai peneliti IPB University, Prof. Etty Riani bisa menjadi ancaman ekosistem yang ada.
Tak hanya mengganggu estetika lingkungan, tetapi juga mengancam stabilitas ekologi pesisir dan kesehatan masyarakat. Sebab bahan organik dari cangkang kerang hijau akan mengalami proses penguraian oleh mikroorganisme.
Proses ini diperkuat oleh faktor fisik, seperti suhu panas matahari dan reaksi kimia dengan air laut. Seiring waktu, cangkang akan terdegradasi, melapuk, dan melepaskan berbagai senyawa anorganik ke lingkungan.
“Ketika bahan anorganik atau nutrien ini dilepaskan dalam jumlah berlebihan, beberapa parameter kualitas air dapat keluar dari baku mutu. Kondisi tersebut menyebabkan kualitas air laut menurun,” tutur ,” sebut Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University ini.
Baca juga: Sumatra Barat Jadi Role Model Sistem Satu Data Bencana yang Sensitif Gender
Di sisi lain, tingginya konsentrasi nutrien sangat berpotensi memicu eutrofikasi, yakni ledakan pertumbuhan fitoplankton yang tidak terkendali. Pada malam hari, fitoplankton membutuhkan oksigen untuk respirasi, ditambah kebutuhan oksigen untuk proses penguraian bahan organik.
“Pada malam hari, kadar oksigen terlarut di perairan bisa turun drastis. Jika berlangsung terus-menerus, kondisi ini dapat menyebabkan kematian berbagai biota air, bahkan memicu kematian massal,” jelas dia.
Kontaminasi logam berat
Hasil penelitian Etty dan tim terhadap kerang hijau di Teluk Jakarta, termasuk wilayah Cilincing menunjukkan, baik cangkang maupun daging kerang mengandung sejumlah logam berat berbahaya seperti Hg, Pb, Cd, Cu, Cr, dan Zn.
Baca juga: Pertahankan Tanaman dari Perusakan Perusahaan Sawit, Lima Petani Pino Raya Ditembak
Penumpukan cangkang yang mencapai 1–4 ton per hari berisiko meningkatkan pencemaran logam berat pada tanah, air, dan sedimen pesisir.






Discussion about this post