Wanaloka.com – Masyarakat tengah menghadapi persoalan polusi udara yang terus merebak. Ada dua jenis polusi udara, yakni kelompok gas dan partikulat atau debu yang terbagi menjadi tiga berdasarkan ukuran. Setiap partikulat (particulate matter/PM) memiliki karakteristik berbeda. Ada partikel kasar dengan diameter kurang dari 10 mikrometer, partikel halus berukuran 2,5 mikrometer, dan partikel nano yang kurang dari 0,1 mikrometer.
“PM2.5 adalah polutan yang tidak terlihat secara kasat mata, tapi sangat berbahaya,” kata Dosen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Dokter Spesialis Paru, Garinda Alma Duta pada 8 September 2023.
Partikel tersebut menjadi komponen pengukuran indeks kualitas udara mengacu pada standar World Health Organization (WHO). Semakin tinggi level PM2.5 menunjukkan kualitas udara di suatu wilayah semakin buruk. Kategorisasi tersebut ditandai dengan warna hijau (kurang dari 12 µg/m³), kuning (12-35,4 µg/m³), oranye (35,5-55,4 µg/m³), merah (55,5-150,4 µg/m³), ungu (150,5-250,4 µg/m³), serta ungu tua (lebih dari 250,5 µg/m³).
Baca Juga: Kontribusi PLTU Swasta dalam Polusi Udara, KLHK Terapkan Sanksi Berlapis
Bahaya Polusi Udara
Polusi udara yang terhirup manusia dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi organ tubuh, terutama paru. Polutan dapat menyerang saluran pernapasan hingga peredaran darah. Akibat jangka pendek adalah marak penyakit rhinitis, faringitis, laringitis, dan penurunan kekebalan tubuh.
“Ketika pertahanan tubuh melemah, tidak hanya iritasi, tapi juga infeksi pada organ pernapasan sehingga terjadi disfungsi. Efek lainnya seperti keluhan mata berair, mata merah, atau bersin,” terang dokter yang bertugas di RSUD dr Soetomo itu.
Dampak jangka panjang, polusi udara dapat menyebabkan peningkatan kasus penyakit paru kronik, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), asma, dan serangan jantung. Bahkan, berpotensi mengganggu tumbuh kembang janin pada ibu hamil yang berujung pada stunting.
Discussion about this post