“Di provinsi lainnya, telah banyak pulau kecil yang tenggelam juga. Kami semua harus peka dengan persoalan besar ini,” kata Parid.
Ia menekankan bahwa gugatan iklim yang ditempuh Asmania dan tiga penggugat lain merupakan langkah penting bagi keselamatan Indonesia, sebagai negara kepualuan terbesar di dunia yang harus didukung.
“Langkah ini ditempuh karena upaya hukum biasa takkan mampu mendorong perubahan secara mendasar dan signifikan,” tukas dia.
Baca Juga: Jadikan Pengelolaan Sampah Gaya Hidup Menuju Zero Waste Zero Emission 2050
Sebagai organisasi yang memberikan dukungan penuh terhadap gugatan iklim Pulau Pari melawan Holcim di Pengadilan Zug-Swiss, Walhi menilai langkah hukum ini merupakan pertama kali di Indonesia, bahkan Asia. Gugatan iklim ini telah memberi pengaruh besar bagi diskursus keadilan iklim, di mana saat ini banyak pihak yang ingin melakukan hal serupa.
“Saya telah berkomunikasi dengan teman-teman di banyak tempat di Indonesia dan sejumlah negara. Mereka ingin belajar dari gugatan iklim Pulau Pari, lalu menempuh hal serupa. Gugatan Iklim Pulau Pari, sedang dan akan menjadi bola salju yang terus membesar, bagi pihak yang terdampak krisis iklim. Gugatan iklim Pulau Pari akan menjadi contoh penting gerakan keadilan iklim, baik di Indonesia maupun di Global South,” terang Parid.
Parid menjelaskan, pada bulan yang sama tahun 2023 lalu, ia dan satu penggugat iklim dari Pulau Pari, yaitu Edi Mulyono, telah berbicara di konferensi internasional mengenai keadilan iklim, di Bonn Jerman. Dalam kesempatan tersebut, ia dan Edi menggalang dukungan dari seluruh pihak yang hadir dari banyak negara.
Baca Juga: Sang Kompiang, Indonesia Baru Mampu Memproduksi 12 dari 200 Minyak Atsiri
Dalam konferensi internasional di Bonn, Jerman, tahun lalu, mereka bertemu dengan berbagai kelompok masyarakat yang terdampak krisis iklim, khususnya dari Afrika, Spanyol, dan Amerika Latin.
“Mereka belajar banyak kepada gugatan iklim Pulau Pari dalam forum tersebut,” imbuh Parid.
Didukung Jejaring Internasional
Dalam konferensi tersebut, jejaring internasional yang berasal dari HEKS, yang berpusat di Swiss. Yvan Maillard, Climate Expert dari HEKS, menyatakan dukungannya terhadap gugatan iklim Pulau Pari. Mereka menyebut bahwa sangat penting bagi masyarakat di negara-negara Selatan untuk mendapatkan akses terhadap keadilan, terutama terhadap perusahaan-perusahaan raksasa seperti Holcim yang memikul tanggung jawab besar terhadap krisis iklim dengan 7,3 miliar ton emisi CO2.
Baca Juga: Jalan Tani Digunakan Sepihak, Warga Ambunu Kembali Blokade Akses ke PT IHIP
Dukungan serupa datang dari ECCHR yang berpusat di Jerman. Theresa Mockel yang bekerja untuk isu climate and environmental justice ECCHR mengatakan bahwa gugatan ini mempertanyakan sistem ekonomi yang didasarkan pada bahan bakar fosil dan praktik-praktik intensif emisi lainnya, seperti Holcim. Gugatan ini mengungkap ketidakberlanjutan sistem ini dengan mengembalikan biaya-biaya ini kepada mereka yang bertanggung jawab atas biaya-biaya tersebut.
Sementara itu, Sara Shaw dari Friend of the Earth International menyebutkan bahwa gugatan iklim menjadi alat penting yang digunakan para aktivis iklim di seluruh dunia. Ini merupakan jalur lain, disamping kampanye dan advokasi untuk menantang kekuatan perusahaan yang mencemari planet bumi.
Sejauh ini gugatan iklim Pulau Pari telah mendapatkan dukungan dari sejumlah aktor politik penting di Eropa dan Indonesia. Mereka adalah sebagai berikut: Menteri Keadilan Austria, Alma Zadic; Anggota Parlement Partai Hijau Swiss, Delphine Klopfenstein Broggina, Natalie Imboden dan Isabelle Pasquier-Eichenberger; Anggota Parlemen Partai Hijau Austria, Petra Bayr, Martin Litschauer dan Selin Öker; Menteri Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Internasional Jerman, Svenja Schulze; Anggota Parlemen Partai Hijau Jerman, Kathrin Henneberger; serta Komisioner Komnas HAM Indonesia Saurlin Siagian dan Hari Kurniawan. [WLC02]
Sumber: Walhi
Discussion about this post