Erupsi Gunung Lewotobi memberi dampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat di sekitar wilayah terdampak. Warga dalam radius aman telah dievakuasi, namun mereka masih menghadapi ancaman lain, seperti kerusakan rumah akibat tumpukan abu vulkanik yang berat, risiko kesehatan dari partikel abu halus, dan terganggunya pasokan bahan pangan akibat terganggunya transportasi.
“Pemerintah perlu memperhatikan dampak ekonomi yang ditimbulkan, termasuk kerugian di sektor pertanian dan bisnis lokal. Penanganan harus mencakup pemulihan pasca-bencana, seperti bantuan ekonomi untuk petani dan pengusaha kecil yang terdampak,” ujar Agung.
Baca Juga: Bangkai Ikan Langka Mola Mola Terdampar di Pantai Dua Ribu Gorontalo
Soal tindakan mitigasi bencana, ia menekankan pentingnya sistem monitoring gunung api yang lebih komprehensif untuk memberikan peringatan dini terhadap erupsi yang akurat. Sistem monitoring Gunung Merapi di Yogyakarta misalnya, menurut dia sudah lengkap. Sebab menggunakan seismometer untuk mendeteksi gempa vulkanik, geokimia untuk memantau gas vulkanik, serta analisis geologi untuk memahami komposisi magma.
“Sistem seperti ini idealnya diterapkan di wilayah lain yang rawan gunung api,” kata dia.
Namun meskipun teknologi monitoring sudah berkembang, menurut Asisten Profesor, Indranova Suhendro, tantangan utama dalam upaya mitigasi tetap pada penyampaian informasi tersebut kepada masyarakat. Data ilmiah yang kompleks sering kali sulit dipahami masyarakat awam, sehingga menimbulkan kesenjangan dalam penerapan langkah mitigasi di tingkat lokal.
Baca Juga: Harapan Masyarakat Adat yang Hidup di Taman Nasional Wasur di Merauke
“Di zaman sekarang, perlu ada kolaborasi dengan untuk membuat konten informatif yang sederhana, seperti video pendek atau infografis interaktif, agar pesan mitigasi sampai kepada masyarakat luas,” tutur dia.
Selain itu, pendekatan berbasis komunitas juga dinilai penting. Ia menyarankan pemerintah dan lembaga terkait untuk melibatkan masyarakat lokal dalam pelatihan mitigasi bencana. Ia juga merasa pelatihan untuk masyarakat yang tinggal di sekitar pegunungan juga penting agar mereka dapat membaca peta kerentanan, mengenali tanda-tanda awal aktivitas vulkanik, serta langkah-langkah evakuasi yang aman.
“Edukasi ini membuat masyarakat lebih mandiri dalam menghadapi bencana,” kata Indranova.
Baca Juga: Banjir Langganan di Ambawang Kalbar, Ini Penyebab dan Solusi Versi Kementerian PU dan Komisi V DPR
Sementara pengamat Vulkanologi Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik UGM, Haryo Edi Wibowo menegaskan, bahwa mitigasi bencana tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Melainkan juga membutuhkan kolaborasi erat dengan akademisi, media, dan masyarakat. Sinergi ini diperlukan untuk menciptakan masyarakat yang tanggap bencana dan mampu bertahan di tengah ancaman geologis.
“Dalam jangka panjang, pemerintah perlu memperkuat sistem mitigasi dengan pendekatan berbasis sains, teknologi, dan edukasi publik. Jika dilakukan dengan baik, langkah-langkah ini tidak hanya mengurangi risiko korban jiwa, tetapi juga meminimalkan dampak ekonomi dan sosial yang diakibatkan oleh erupsi gunung api,” papar Haryo. [WLC02]
Sumber: Magma Indonesia, UGM
Discussion about this post