Wanaloka.com – Warga Desa Watutau, Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso, Christian Toibo ditahan Kejaksaan Negeri Poso usai mendapat pelimpahan perkara dari Polres Poso. Christian dituduh melakukan tindak pidana penghasutan yang dimaksud dalam Pasal 160 KUHP saat aksi damai warga pada 31 Juli 2024.
Aksi tersebut adalah penolakan warga terhadap klaim Badan Bank Tanah (BBT) atas lahan yang selama puluhan tahun menjadi sumber penghidupan mereka. Bukan mendapat perlindungan, warga justru menghadapi kriminalisasi. Sebanyak 12 orang dilaporkan dan Christian ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Ketetapan Nomor S.TAP/20/VII/RES.1.10/2025/Reskrim tertanggal 14 Juli 2025.
Penahanan itu diprotes Koalisi Kawal Pekurehua yang terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah, Solidaritas Perempuan Palu, Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso, Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Sulawesi Tengah, Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Sulawesi Tengah, Perhimpunan Batuan Hukum Rakyat Sulawesi Tengah dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulawesi Tengah.
Baca juga: Tips Liburan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 Aman Saat Cuaca Ekstrem
Koalisi menilai penggunaan Pasal 160 KUHP adalah bentuk nyata dari kriminalisasi perjuangan rakyat dalam mempertahankan ruang hidup mereka. Apalagi proses hukum dinilai sarat tekanan dan janggal.
“Hingga kini, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan Christian melakukan penghasutan,” kata kuasa hukum Christian, Sandy Prasetya Makal dalam siaran tertulis, Selasa, 10 Desember 2025.
Ia seharusnya tetap dapat menjalankan aktivitasnya secara normal tanpa dibatasi tindakan penahanan dengan bukti yang belum bisa menyatakan bahwa ia bersalah.
Baca juga: 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Industri Ekstraktif Merusak Hidup dan Tubuh Perempuan
Koalisi dan Tim Pengacara mengirimkan surat kepada Kejaksaan Negeri Poso terkait permohonan peralihan tahanan Christian agar dapat di tindaklanjuti secepatnya. Tim hukum berkomitmen untuk mengawal jalannya proses peradilan, sekaligus melawan klaim bank tanah yang diduga merampas lahan rakyat.
Wandi dari Walhi Sulawesi Tengah menjelaskan, konflik agraria di Watutau mencuat setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2021 yang memberi kewenangan luas kepada bank tanah untuk mengelola tanah eks HGU PT Hasfarm. Namun klaim bank tanah meluas hingga masuk ke lahan yang sejak lama dikelola rakyat. Hak Pengelolaan (HPL) yang diberikan ATR/BPN diduga telah dilakukan tanpa konsultasi publik dan tanpa peninjauan lapangan.
Koalisi juga secara tegas menolak narasi yang dibangun bank tanah, bahwa di area HPL tidak terdapat tanah masyarakat adat.
“Klaim tersebut berupaya menghapus sejarah panjang penguasaan ruang oleh Komunitas Pekurehua di Watutau,” kata Wandi.
Baca juga: Penyebab Hiu Paus Puluhan Kali Terdampar di Pantai Selatan Jawa
Berbagai bukti, mulai dari pola permukiman, kebun warga, hingga situs-situs megalit menunjukkan masyarakat telah mengelola lahan tersebut jauh sebelum negara hadir.
Nanda dari Solidaritas Perempuan Palu menambahkan, penahanan Cristian memiliki dampak berlapis dan signifikan terhadap perempuan, terutama istri dan anggota keluarga perempuan lainnya. Sebab mereka harus menanggung beban ganda, baik ekonomi dan domestic, serta menghadapi berbagai kerentanan sosial, ekonomi dan psikologis.
Istri Christian harus mengurus seluruh proses pertanian, mulai dari penyiapan lahan, penanaman, perawatan, hingga pemanenan dan penjualan, yang sebelumnya merupakan pekerjaan bersama. Situasi tersebut diperparah dengan waktu penahanan bertepatan dengan rangkaian ibadah Natal bagi umat Nasrani.
“Situasi ini menjadi pukulan berat bagi keluarganya. Untuk itu kami meminta kepada Kepala Kejaksaan Negeri Poso untuk menghentikan penuntutan kepada Cristian,” tegas Nanda.
Baca juga: Peta Karang dan Padang Lamun Jadi Landasan Ilmiah Pengelolaan Laut Indonesia







Discussion about this post