Wanaloka.com – Hari Pangan Sedunia 2025 mengusung tema “Hand in Hand for Better Foods and a Better Future”. Tema ini mengajak seluruh elemen, baik masyarakat, pemerintah, akademisi, petani, sektor swasta, dan komunitas, untuk bergandengan tangan dalam mentransformasikan sistem pangan menuju masa depan yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan.
Bagaimana dengan Indonesia?
Dua Guru Besar IPB University, Prof. Suryo Wiyono dan Prof. Baba Barus menyoroti alih fungsi lahan sawah yang kian mengkhawatirkan di Indonesia. Peringatan yang jatuh tiap 16 Oktober itu kembali menegaskan betapa krusialnya lahan pertanian bagi masa depan pangan negeri ini.
Luas lahan sawah hanya sekitar 7,3 juta hektare. Angka ini sangat kecil dibandingkan negara lain. Secara global, Indonesia berada di peringkat 130 dari 180 negara untuk ketersediaan lahan pertanian per kapita.
Baca juga: Si-AZA, Deteksi Alkohol dan Zat Adiktif pada Pangan secara Langsung
Berdasarkan data Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS), luas sawah menurun dari 8,1 juta hektare (2015) menjadi 7,4 juta hektare (2019). Konversi lahan terus terjadi 60.000–80.000 hektare per tahun, bahkan sempat mencapai 96.512 hektare per tahun (2000–2015).
“Kalau konversi mencapai 100 ribu hektare per tahun, dalam 10 tahun kita kehilangan satu juta hektare. Itu luar biasa dampaknya bagi pangan nasional,” tegas Suryo yang juga Dekan Fakultas Pertanian IPB University.
Konversi banyak terjadi di lahan subur seperti Jawa, Sumatra, dan Bali karena tekanan ekonomi.
Baca juga: Capai 37,6°C, Suhu Panas di Indonesia Diprakirakan Hingga Awal November 2025
“Satu meter persegi tanah bisa bernilai miliaran rupiah untuk perumahan atau industri, sementara hasil panen padi tidak sebanding,” imbuh dia.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Baba Barus menambahkan bahwa perlindungan formal terhadap sawah masih sangat lemah. Saat ini, sekitar tiga juta hektare sawah di Indonesia belum masuk kategori lahan yang dilindungi secara formal.







Discussion about this post