Wanaloka.com – Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi di Jepang mengalami kecelakaan ledakan nuklir yang menewaskan setidaknya 18.000 orang pada tahun 2011. Pemerintah Jepang melakukan restorasi dengan mendinginkan limbah reaktor PLTN itu. Air bekas pendinginan diolah, kemudian dibuang ke laut lepas sejak 24 Agustus 2023.
Tindakan tersebut menuai aksi protes karena air olahan tersebut diduga masih mengandung radiasi di luar ambang batas yang ditentukan konsensus internasional. Sejumlah negara termasuk Cina, Korea, dan negara di sekitar lautan Pasifik telah melakukan protes pada Pemerintah Jepang. Masyarakat Jepang pun turut menggelar aksi demo di PLTN Fukushima.
“Jumlah total airnya banyak sekali. Bisa dikatakan mencapai 50 ukuran kolam renang standar olimpiade,” ungkap Dosen Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM, Dr. Ir. Haryono Budi Santoso, M.Sc. saat membahas isu tersebut dalam serial diskusi PoLes (Podcast Lestari) yang diadakan Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) UGM pada 8 September 2023.
Baca Juga: Catatan Masyarakat Sipil: KTT ASEAN 2023 Jadi Episentrum Krisis
Air tersebut dilepas secara bertahap. Terjadilah kekhawatiran air tersebut akan mencemari lautan, terutama di Samudera Pasifik. Bahkan Pemerintah Cina mengeluarkan seruan resmi berupa larangan mengonsumsi produk-produk laut dari Jepang. Padahal Cina dan Hong Kong merupakan pasar terbesar produk laut dari Jepang. Sebanyak 42 persen dari total produk laut Negeri Matahari Terbit dipasarkan di sana.
Sementara Pemerintah Jepang mengklaim air tersebut sudah aman dan mendapatkan izin dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).
“Kalau dilihat dari datanya, itu aman sekali. Sebab nilainya jauh lebih kecil dari batas yang diizinkan WHO. Mungkin karena dikhawatirkan mencemari lingkungan, banyak yang bersuara sumbang,” imbuh Haryono.
Baca Juga: Garinda Alma: 6M Plus 1S Antisipasi Gangguan Pernafasan Akibat Polusi Udara
Lantas amankah buangan limbah nuklir itu bagi ekosistem di lautan?
Haryono menjelaskan, semula pemerintah Jepang berusaha menangani bencana tsunami dan gempa yang berujung memicu reaktor nuklir di PLTN Fukushima. Kondisi darurat tersebut memerlukan proses pendinginan yang membutuhkan sumber energi listrik. Lantaran ada tsunami, seluruh aliran listrik saat itu padam. Pemerintah Jepang pun berusaha memadamkan reaktor nuklir menggunakan air laut yang tersisa.
Discussion about this post