Ia mengapresiasi inisiatif kolaboratif seperti Green Zakat Framework yang melibatkan berbagai institusi, termasuk perbankan syariah seperti Bank Syariah Indonesia (BSI), Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), hingga lembaga internasional seperti United Nations Development Programme (UNDP). Kolaborasi ini bertujuan memberikan panduan implementasi zakat dalam konteks keberlanjutan lingkungan.
“Kolaborasi yang melibatkan pemerintah, swasta, akademisi, masyarakat, dan media dinilai menjadi kunci untuk menyukseskan transformasi zakat menjadi instrumen pembangunan berkelanjutan,” ucap Irfan.
Framework ini mencakup definisi, peran stakeholder, hingga rekomendasi kebijakan agar zakat tidak hanya mengurangi kemiskinan. Namun bisa menjadi instrumen yang mendukung perlindungan lingkungan (hifzhul bi’ah), yang kini menjadi maqasid syariah (tujuan syariat) keenam.
Baca juga: Mempercantik Sudut-sudut Kota Bandung dengan Mural Warna Warni
Irfan menggarisbawahi pentingnya peran lembaga zakat sebagai first buyer atau pembeli pertama dari produk ramah lingkungan yang dihasilkan mustahik. Hal ini menjadi bagian dari strategi pemberdayaan akar rumput yang komprehensif, dari hulu hingga hilir.
Ia juga mendorong seluruh lembaga zakat dan institusi syariah untuk mengadopsi framework ini dan menjadikannya gerakan bersama.
“Kesadaran green culture harus dibangun. Bukan hanya sebagai konsep, tetapi juga budaya yang dijalankan bersama. Green zakat adalah bagian dari transformasi zakat menuju instrumen perubahan sosial dan lingkungan,” papar dia. [WLC02]
Sumber: IPB University







Discussion about this post