Wanaloka.com – Permasalahan lingkungan dalam konteks regional Yogyakarta maupun nasional membuat Jaringan Masyarakat Peduli Iklim (Jampiklim) Jogja resah. Isu sampah di Yogyakarta, isu karst di Gunungkidul, dan isu tambang pasir di Gunung Merapi. Begitu pula kebijakan pemerintah yang tidak pro-lingkungan, seperti UU Cipta Kerja, UU Pengadaan Tanah, Kebijakan Proyek Strategis Nasional (PSN). Termasuk yang terkini adalah Wilayah Ijin Usaha Pertambangan Khusus bagi ormas keagamaan.
“Kebijakan, baik program ataupun aturan, apabila dibiarkan semakin memperparah kerusakan lingkungan dan krisis iklim,” kata Koordinator Jampiklim Jogja, Heronimus Heron dalam keterangan tertulis tertanggal 5 Juni 2024.
Jampiklim yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil di Yogyakarta merespons persoalan itu dengan menggelar acara Parade Budaya di Gedung Agung, Rabu, 5 Juni 2024 mulai pukul 15.00. sekaligus dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024.
Baca Juga: Penerima Kalpataru 2024 dari Profesor Mangrove hingga Pendaur Ulang Sampah
Parade Budaya itu dihadiri berbagai komunitas seni dan budaya serta pegiat lingkungan di Yogyakarta dan sekitarnya. Mereka menampilkan kekayaan budaya dan kearifan lokal dalam menjaga lingkungan. Mereka mengangkat tema “Satu Bumi Bergenerasi” yang sejalan dengan tema global, yakni “Restorasi Lahan, Penggurunan, dan Ketahanan terhadap Kekeringan.”
“Bumi yang tidak dirawat, dikeruk secara eksploitatif menunjukkan praktik tata kelola bumi yang tidak berorientasi masa depan yang berkelanjutan,” imbuh Heron.
Melalui Parade Budaya, Jampiklim mengajak sekaligus menyampaikan desakan. Pertama, mengajak semua elemen untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan melalui pendekatan budaya.
Baca Juga: Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024, Ini Pesan Walhi untuk Pemerintah Terpilih
Kedua, kepada Pemerintah DIY agar secepatnya menyelesaikan persoalan lingkungan terbesar, yaitu sampah. Sudah saatnya Pemprov DIY menerapkan tata kelola sampah yang terintegrasi dari hulu ke hilir dengan perspektif gender, lingkungan dan perubahan iklim.
“Keluarkan aturan sampah sekali pakai,” seru Heron.
Sekaligus mendesak pertanggungjawaban industri yang banyak mengeluarkan produk yang nyampah (menghasilkan banyak sampah), sehingga sampah tidak menjadi beban konsumen.
Baca Juga: Din Syamsuddin, Muhammadiyah Harus Tolak Konsesi Tambang karena Lingkaran Setan
Discussion about this post