Menurut laporan tersebut, total area yang dilalap api menurun sebesar 26% dalam kurun waktu 2002 hingga 2021. Namun, pada periode yang sama, jumlah individu yang terpapar kebakaran meningkat hampir 40 persen.
Penelitian ini juga mengungkap peningkatan dampak kebakaran terhadap manusia sebagian besar disebabkan tumpang tindih yang semakin besar antara manusia dan lanskap rawan kebakaran. Dengan kata lain, semakin banyak orang membangun area yang secara alami rentan terhadap kebakaran.
Menanggapi fenomena ini, Dosen Fakultas Kehutanan UGM, Fiqri Ardiansyah menjelaskan bahwa tren serupa juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil pengamatannya, tren kebakaran hutan di Indonesia pada akhir 2023 juga mengalami penurunan.
Baca juga: Tumpukan Sampah dan Krisis Tutupan Hutan Perparah Banjir di Bali
Fiqri menjelaskan peningkatan jumlah populasi yang terdampak di Indonesia disebabkan alasan yang sama, yakni desakan ekonomi, kebutuhan lahan untuk pertanian dan pemukiman. Ia mencontohkan, daerah lahan gambut yang telah terdegradasi terkonversi menjadi lahan pemukiman komunitas masyarakat. Padahal, saat bencana EL Nino, daerah-daerah tersebut menjadi sangat rentan terbakar.
“Akibatnya, masyarakat yang bermukim di sana terpapar langsung oleh api. Ini adalah alasan di balik mengapa jumlah lahan kebakaran menurun, tetapi dampak terhadap populasi justru semakin meningkat,” jelas dia, Selasa, 9 September 2025.
Meski demikian, upaya mitigasi terus dilakukan. Ia menyebutkan, sebenarnya sudah ada teknologi untuk early warning system untuk memprediksi kebakaran hutan. Bahkan sudah ada juga pengawasan dari BPBD, BNPB, dan Manggala Agni. Bahkan melibatkan masyarakat melalui program seperti Masyarakat Peduli Api (MPA) atau Desa Tangguh Bencana (Destana).
Baca juga: Musim Penghujan 2025-2026 Datang Lebih Cepat
“Semua pengawasan ini bertujuan untuk meminimalkan penggunaan api yang sering menjadi penyebab kebakaran,” tutur dia.
Sebagai tindak lanjut, Fiqri merekomendasikan untuk menggiatkan edukasi dengan pendekatan kepada tokoh masyarakat yang berperan sebagai tokoh kunci. Figur-figur ini akan lebih didengarkan masyarakat sehingga pesan untuk tidak melakukan pembakaran bisa tersampaikan secara efektif.
Selain itu, ia menekankan pentingnya melakukan pemetaan untuk mengetahui status kepemilikan lahan dan peruntukannya, serta apakah lahan tersebut berada di area rawan bencana atau tidak. [WLC02]
Sumber: IPB University, UGM







Discussion about this post