Kamis, 13 November 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Jokowi Klaim Bendungan Jadi Solusi Krisis Air, Walhi Ingatkan Kasus Wadas

Penambangan andesit di Desa Wadas untuk pembangunan bendungan Bener merusak lingkungan dan melanggar HAM. Tepatkah pembangunan bendungan jadi solusi krisis air?

Jumat, 24 Mei 2024
A A
Bendungan Ameroro di Wakatobi,Sulawesi Utara yang diresmikan Presiden Jokowi pada 14 Mei 2024. Foto Kementerian PUPR.

Bendungan Ameroro di Wakatobi,Sulawesi Utara yang diresmikan Presiden Jokowi pada 14 Mei 2024. Foto Kementerian PUPR.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengritisi Pidato Presiden Joko Widodo yang disampaikan dalam Water World Forum (WWF) atau Forum Air Dunia ke-10 di Bali pada 21 Mei 2024. Walhi menilai beragam pernyataan Jokowi tersebut berkebalikan dengan fakta-fakta yang terjadi di lapangan.

“Salah satu persoalan serius dari pidato Jokowi yang menyatakan satu-satunya solusi pemerintah untuk mengatasi krisis air di Indonesia adalah membangun infrastruktur skala besar,” kata Manajer Kampanye Pesisir, Laut, dan Pulau-Pulau Kecil Walhi, Parid Ridwanuddin dalam pernyataan tertulis tertanggal 21 Mei 2024.

Padahal pembangunan infrastruktur, seperti bendungan dan pengaman pantai, bukan tanpa masalah. Di dalamnya banyak terjadi kekerasan, penggusuran tanah, sekaligus penghancuran lingkungan, alih-alih menyelesaikan persoalan krisis air.

Baca Juga: Dwikorita Karnawati, Sistem Peringatan Dini untuk Semua Masih Timpang

Parid mencontohkan kasus pembangunan bendungan di Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Proyek Strategis Nasional (PSN) itu diklaim akan mengaliri 15.519 hektare lahan dan menjadi sumber pemenuhan air baku bagi masyarakat di Purworejo dan Kulonprogo. Bendungan itu juga diklaim akan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar melalui pengembangan pariwisata.

“Justru proses pembuatan bendungan merusak lingkungan karena menambang batu andesit, menahan 64 orang, sekaligus merusak sumber daya air,” tukas Parid.

Begitu pun solusi-solusi yang hanya bersifat teknis dalam bentuk infrastruktur dan betonisasi, seperti klaim Jokowi di Forum Air Dunia. Berdasarkan catatan Walhi, solusi tersebut gagal sejak awal dalam menyelesaikan krisis air.

Baca Juga: Akses Air Bersih Perempuan Pesisir Buruk, Perlu Prioritas Perhatian Pemerintah

Walhi juga mengritik keras pidato Jokowi yang mengajak dunia internasional untuk meningkatkan solidaritas dan inklusivitas untuk mencapai solusi bersama, terutama bagi negara-negara pulau kecil yang mengalami kelangkaan air. Pernyataan itu dinilai penuh hipokrisi untuk menutupi kiamat air di pulau-pulau kecil di Indonesia yang mengalami krisis air akibat ekspansi pertambangan nikel dan ambisi hilirisasi untuk melayani industri otomotif mobil listrik.

“Pernyataan Jokowi tidak menggambarkan Indonesia sebagai leading by example kepada dunia internasional,” tegas Parid.

Sampai tahun 2024, tercatat sebanyak 218 izin usaha pertambangan (IUP) mengapling 34 pulau-pulau kecil di berbagai wilayah di Indonesia. Di antara pulau kecil yang mengalami kiamat air akibat pertambangan adalah Pulau Wawonii di Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara. Di pulau kecil ini terdapat 1 Penanaman Modal Asing (PMA) dan 5 Penanaman Modal Dalam Negeri dengan status IUP.

Baca Juga: Koalisi Sipil Kecam Pembubaran PWF 2024, Bukti Keadilan Air Dibungkam

Parid menjelaskan, pertambangan nikel mengakibatkan banyak mata air terancam hancur. Bahkan kualitas dan kuantitas air yang digunakan warga setiap hari hancur. Saat hujan turun, air yang mengalir ke rumah warga berubah menjadi warna coklat dan dipenuhi lumpur. Dampaknya, warga harus mengeluarkan biaya lebih mahal untuk membeli air. Atas dasar itu, warga menempuh langkah hukum dan menggugat sampai ke Mahkamah Agung (MA).

Pada 22 Desember 2022 lalu, MA telah mengeluarkan Putusan Nomor 57 Tahun 2022 yang mengabulkan gugatan materiil 30 warga Pulau Wawonii. Putusan MA disebutkan di antaranya bahwa secara filosofis, Kabupaten Konawe Kepulauan merupakan pulau kecil termasuk wilayah yang rentan dan sangat terbatas sehingga membutuhkan perlindungan khusus.

Segala kegiatan yang tidak ditujukan untuk menunjang kehidupan ekosistem di atasnya, tidak terbatas pada kegiatan pertambangan, dikategorikan sebagai abnormally dangerous activity. Dalam teori hukum lingkungan, praktik itu harus dilarang untuk dilakukan, karena akan mengancam kehidupan seluruh makhluk hidup di atasnya, baik flora, fauna, manusia dan kehidupan sekitar.
Kiamat air dan kebangkrutan ekologis juga terjadi di banyak pulau kecil yang ditambang perusahaan nikel, seperti di pulau-pulau kecil di Maluku Utara.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: bendungan airDesa Wadaskrisis airWalhiWWF ke-10

Editor

Next Post
Peneliti BRIN presentasi tentang rancangan Geomimo dalamWWF ke-10 di Bali, 23 Mei 2024. Foto BRIN.

Geomimo BRIN untuk Pengelolaan Sumber Daya Air dan Penanggulangan Bencana

Discussion about this post

TERKINI

  • Ilustrasi cuaca ekstrem. Foto Soetana Hasby/Wanaloka.com.Peringatan BMKG, Cuaca Ekstrem Sepekan Ini
    In News
    Senin, 10 November 2025
  • Ilustrasi ancaman perubahan iklim bagi masa depan anak. Foto Pexels/pixabay.comJejaring CSO Ajak Anak Muda Pantau Negosiasi Solusi Iklim Indonesia di COP 30 
    In News
    Minggu, 9 November 2025
  • Berperahu menuju Pulau Pamujan di Desa Domas, Kabupaten Serang, Banten. Foto Dok. ITB.Pulau Pamujan, Punya Tutupan Mangrove Asri Tetapi Terancam Abrasi
    In Traveling
    Minggu, 9 November 2025
  • Dosen ITB, Andy Yahya Al Hakim, memberikan sosialisasi di Pusat Informasi Geologi Geopark Ijen, 15 September 2025. Foto Tim PPM/ITB.Sumber Air Sekitar Kawah Ijen Tercemar Fluorida, Gigi Warga Kuning dan Keropos
    In IPTEK
    Sabtu, 8 November 2025
  • Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Utusan Khusus Presiden Indonesia Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo dan Menteri KLH/BPLH Hanif Faisol Nurofiq di Forum COP 30 di Belem, Brasil. Foto Dok. KLH/BPLH.Klaim dan Janji-janji Indonesia di Forum Iklim Global COP30 Belém
    In Lingkungan
    Sabtu, 8 November 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media