“Jika (ganja) tidak dipakai, maka nyawa terancam. (Penggunaan ganja) itu bisa (dibenarkan),” terang Prawitra.
Meski demikian, fatwa MUI bersikap tidak mengikat. Melainkan berfungsi sama seperti pendapat hukum (legal opinion) yang dikeluarkan oleh ahli hukum.
“Pada prinsipnya pendapat hukum itu tidak mengikat,” tutur Prawitra.
Pengawasan dan Penegakan Hukum
Persoalannya, Indonesia belum punya panduan yang jelas mengenai aturan penggunaan ganja untuk keperluan medis. Indonesia masih menggolongkan ganja sebagai narkotika golongan satu sebagaimana diatur dalam UU Narkotika.
Baca Juga: Gempa Hari Ini Jenis Dangkal Terjadi di Bolsel, Sukabumi dan Bontang
“Hanya boleh digunakan untuk penelitian. Belum diperbolehkan untuk tujuan pengobatan,” jelas Soetjipto.
Lantas apa yang mesti dilakukan pemerintah dan DPR?
Pertama, mengingat hasil penelitian menunjukkan ganja punya manfaat besar untuk kesehatan, Soetjipto menyarankan ganja medis dapat diturunkan golongannya menjadi narkotika golongan dua atau tiga agar dapat menjadi sarana terapi atau pengobatan.
Kedua, apabila suatu saat ganja medis diperbolehkan untuk pengobatan di Indonesia, perlu pengawasan ketat dalam penggunaannya.
“Penggunaannya harus melalui tenaga medis yang sudah terlatih. Jadi, ketika sudah legal, penggunaannya tidak bisa semena-mena,” terang Soetjipto.
Baca Juga: Tahniah! Bona Mungil dan PLG Jalur 21 Padang Sugihan
Manfaat lain dari pengawasan penggunaan oleh tenaga medis adalah dapat meminimalkan efek samping yang timbul. Tenaga medis dapat membantu mengawasi takaran atau dosis yang tepat penggunaan ganja medis bagi pasien. Ganja tersebut juga tidak akan salah guna dan menyebabkan kecanduan.
“Kalau masyarakat negara ini sudah kecanduan ganja akan mengganggu stabilitas negara,” kata Soetjipto.
Potensi itu berkaca dari bangsa lain yang kacau karena bermula dari penyalahgunaan zat-zat psikoaktif yang marak.
“Jika ganja medis akan dilegalkan untuk terapi, maka pemerintah perlu membuat aturan yang melindungi masyarakat dari penyalahgunaan pemakaiannya,” jelas Soetjipto.
Ketiga, Prawitra juga mengingatkan, legalisasi ganja medis mempunyai kekuatan hukum mengikat, apabila ditetapkan dalam undang-undang. Isu tersebut harus menjadi pembahasan dalam program legislasi nasional terlebih dahulu.
Baca Juga: Gempa Hari Ini, Guncangan Dirasakan hingga Skala III MMI di Kota Jayapura
Konsekuensinya, pemerintah Indonesia harus mampu melakukan law enforcement (penegakan hukum) terhadap undang-undang tersebut. Lantas, apakah Indonesia mampu mencegah penyalahgunaan ganja apabila nanti dilegalkan dalam undang-undang?
“Kalau tidak dikontrol dengan baik, ganja yang semula untuk keperluan medis disalahgunakan untuk kepentingan hepi-hepi,” kata Prawitra.
Keempat, Prawitra juga mengimbau agar law enforcement dijalankan dengan baik. Kalau instrumen penegakan hukum di Indonesia belum kuat dan maksimal, Prawitra yakin upaya legalisasi ganja medis sia-sia.
“Pertimbangkan Indonesia ready atau tidak. Jangan sampai niatnya maslahat, tapi hasilnya mudharat. Utamakan kemaslahatan untuk menghilangkan kemudharatan. Insyaallah berkah,” ucap Prawitra. [WLC02]
Sumber: unair.ac.id
Discussion about this post