Pemagaran laut ini penting dilihat sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), meskipun dibantah Pemerintah. Pada Oktober 2024 lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto mengeluarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2024 tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional. Dalam regulasi yang keluar sebelum Jokowi lengser menjelang akhir 2023 lalu, disebutkan dengan jelas bahwa PIK 2 masuk dalam PSN.
Sejak lama, PIK 2 telah menyebabkan hilangnya hutan mangrove dan menyebabkan banjir yang sangat parah sampai masyarakat tidak dapat menangkap ikan. Belum lagi hilangnya sawah dan sungai serta, intimidasi dalam bentuk bentuk pemaksaan warga untuk menerima uang ganti rugi atau harga penjualan murah atas lahan mereka. Jika menolak warga mendapatkan intimidasi dari hingga kriminalisasi.
Baca juga: Gunung Ibu 17 Kali Erupsi, Tim Gabungan Percepat Evakuasi Warga Lima Desa
Walhi menilai terdapat potensi pelanggaran hukum terkait penerbitan sertipikat hak atas tanah di wilayah laut. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, ditegaskan bahwa pemberian hak pengusahaan atau konsesi agraria di perairan pesisir bagi para pengusaha adalah dilarang.
Larangan tersebut bertujuan untuk mencegah pengaplingan atau privatisasi yang dapat menimbulkan kerusakan ekosistem lingkungan, diskriminasi secara tidak langsung, menghilangkan hak tradisional yang bersifat turun-temurun, serta mengancam penghidupan nelayan tradisional, masyarakat adat, dan masyarakat lokal.
Lebih lanjut, Pasal 65 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 menyatakan bahwa pemberian hak atas tanah di wilayah perairan hanya dapat dilakukan setelah memperoleh perizinan yang diterbitkan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
Baca juga: Status Awas, Warga Sekitar Gunung Ibu Lakukan Evakuasi Mandiri
Merujuk pada pernyataan sebelumnya dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menyebut bahwa keberadaan pagar di atas laut di wilayah Tangerang tidak memiliki izin (ilegal), dapat disimpulkan bahwa terdapat potensi pelanggaran hukum dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah tersebut.
Lebih rinci, UU Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 6 ayat 5 menyebut bahwa ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri. Terkait dengan tata ruang pesisir dan laut diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 jo UU Nomor 1 Tahun 2014 yang melahirkan turunan pengaturan ruang laut atau RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil) yang sekarang diintegrasikan dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah).
Dalam Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Banten Tahun 2023-2043, disebutkan bahwa di wilayah tersebut diperuntukkan sebagai kawasan perikanan budidaya. Dengan demikian, penerbitan SHGB merupakan pidana tata ruang yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN sekaligus oleh sejumlah perusahaan yang nama-nama telah disebutkan di atas.
Baca juga: Setelah Tangerang, KKP Segel Pagar Laut di Perairan Bekasi
Atas terkuaknya aktor korporasi maupun perorangan pemegang SHGB dan SHM di wilayah laut yang dipagari tersebut, melalui siaran pers tertanggal 20 Januari 2025, Walhi menuntut pemerintah untuk melakukan empat langkah mendesak.
Pertama, mengevaluasi dan membatalkan pemberian hak atas tanah pada korporasi dan perorangan di atas wilayah laut Tangerang.
Kedua, mengusut pelanggaran hukum pada proses pemberian hak atas tanah yang melibatkan para mafia tanah baik penerbit maupun pemegang sertipikat.
Baca juga: Setelah Tangerang, KKP Segel Pagar Laut di Perairan Bekasi
Ketiga, menghentikan upaya reklamasi pada wilayah pesisir dan laut Banten karena menutup akses ke sumber penghidupan masyarakat pesisir dan merusak lingkungan di sumber material pengurukan lahan.
Keempat, membatalkan PSN PIK 2 karena dijalankan dengan praktik pelanggaran hukum yang terstruktur, sistematis dan masif. [WLC02]
Sumber: Walhi, Kementerian ATR/BPN
Discussion about this post