Wanaloka.com – UU Nonor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dinilai sudah kadaluarsa. Perlu ada penyusunan UU Kehutanan yang baru untuk menggantikan regulasi yang saat ini dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Hal ini disampaikannya dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang tengah digelar Komisi IV DPR RI.
“Tidak lagi sesuai dengan tuntutan kekinian. Maka kami sepakat bahwa bukan sekadar revisi, tapi perlu disusun undang-undang baru yang benar-benar menjawab kebutuhan saat ini,” ujar Anggota Komisi IV DPR RI I Nyoman Adi Wiryatama dalam Rapat Dengan Pendapat Umum (RDPU) Revisi UU Kehutanan dengan para pakar dan akademisi di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu, 25 Juni 2025.
Ia menekankan bahwa proses penyusunan undang-undang baru tersebut memerlukan waktu yang Panjang. Sebab menampung seluruh aspirasi dan kepentingan para stakeholder itu penting.
Baca juga: Walhi Riau Ingatkan Penertiban Taman Nasional Tesso Nilo Jangan Represif dan Militeristik
“Hari ini kami baru mulai mendengarkan berbagai masukan dari stakeholder, seperti Perhutani dan kelompok konsultan. Semua akan kami rangkum dan bahas secara mendalam dalam rapat-rapat selanjutnya,” jelas legislator dari Dapil Bali itu.
Lebih lanjut, ia menyoroti kondisi kawasan hutan yang kian memprihatinkan dan tidak tertangani secara optimal. Sebab daya jangkau regulasi lemah untuk menjangkaunya saat ini.
“Kami semua bisa melihat secara kasat mata bagaimana carut-marut pengelolaan hutan kita. Undang-undangnya ada, tapi sudah tidak relevan lagi. Maka Komisi IV berkomitmen menyusun undang-undang yang benar-benar mampu menjawab tantangan pengelolaan hutan ke depan,” tegas dia.
Baca juga: Seruan Tokoh Lintas Agama, Tolak PSN yang Merusak Lingkungan dan Menggusur Rakyat
Keseimbangan investasi dan kelestarian lingkungan
Anggota Komisi IV DPR, Jaelani menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan investasi dan keberlanjutan kawasan hutan dalam proses revisi UU Kehutanan. Revisi yang tengah dibahas di panitia kerja (Panja) harus mampu memperkuat aspek ekologis tanpa mengabaikan tanggung jawab industri.
Poin-poin krusial yang tengah dibahas. Pertama, soal definisi hutan dan perizinan penggunaan kawasan hutan (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan/IPPKH).
“Kami sedang mengumpulkan masukan dari berbagai pihak, mulai dari akademisi, masyarakat adat, hingga organisasi lingkungan seperti Walhi dan Greenpeace,” ujar Jaelani.
Baca juga: Jenazah Wisatawan Brazil Telah Dievakuasi dari Danau Segara Anak Gunung Rinjani
Seperti praktik penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan industri dan pertambangan. Meskipun telah mengantongi izin, namun sering menimbulkan dampak ekologis yang signifikan. Ia mencontohkan kondisi di daerah pemilihannya, di Sulawesi Tenggara yang menghadapi kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan.
“Izin IPPKH memang sah secara administratif. Pelaksanaannya di lapangan kerap berdampak pada kerusakan lingkungan. Revisi undang-undang ini harus memperkuat kewajiban rehabilitasi dan tanggung jawab perusahaan,” tegas dia.
Kedua, Jaelani juga mendorong agar ketentuan pasca-penerbitan izin diperkuat, termasuk mewajibkan perusahaan melakukan rehabilitasi minimal satu tahun setelah izin dikeluarkan. Ketentuan ini harus dirumuskan secara tegas dalam pasal-pasal revisi.
Baca juga: Satwa Langka Kucing Merah Kalimantan dan Otter Civet Muncul Kembali
“Seringkali kewajiban rehabilitasi tidak dijalankan secara konsisten. Aturan harus menegaskan bahwa satu tahun pasca-IPPKH, rehabilitasi wajib diselesaikan,” ujar dia.
Selain itu, ketiga, isu carbon trading juga menjadi perhatian dalam pembahasan. Komisi IV terus menyaring berbagai masukan melalui forum RDPU yang melibatkan pemerintah, akademisi, dan organisasi lingkungan.
“Kami bukan anti-investasi, tetapi investasi harus berjalan berdampingan dengan pelestarian hutan. Revisi UU ini merupakan komitmen DPR agar skema industri tidak mengorbankan tutupan hutan dan keberlangsungan ekologi,” tegas dia.
Baca juga: Nasib Pulau-Pulau Kecil di Indonesia: Diperebutkan, Dieksploitasi, Ditelantarkan, Diperjualbelikan
Komisi IV DPR berkomitmen menyelesaikan revisi UU Kehutanan secara komprehensif dan partisipatif agar kawasan hutan Indonesia sebagai paru-paru dunia tetap terjaga dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Jamin kepastian hukum dan kesejahteraan masyarakat
Discussion about this post