Sementara anggota Komisi IV DPR, Sturman Panjaitan menekankan pentingnya penataan ulang regulasi pengelolaan hutan nasional demi kepastian hukum, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan rakyat. Menurut dia, banyak aturan sektoral yang tumpang tindih menjadi kendala serius dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan.
“Undang-undang ini sudah dari awal era reformasi. Sekarang banyak peraturan yang tumpang tindih. Kementerian Kehutanan punya aturan sendiri, BPN juga punya, begitu juga dengan (Kementerian) ATR. Ini yang harus kami samakan, supaya pengelolaan hutan (yang salah saat ini) tidak makin merusak,” ujar Sturman.
Baca juga: Jual Beli Pulau, Anggota DPR Desak Empat Kementerian Lakukan Lima Tindakan
Ia menegaskan bahwa hutan merupakan kekayaan negara yang harus dikelola secara bijak oleh pemerintah dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Jadi diperlukan kepastian dalam pembagian fungsi hutan, pengelolaannya, serta tanggung jawab antar lembaga pemerintah.
“Hutan itu harus dikelola sebaik-baiknya oleh negara dan digunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat. Tapi kami harus atur dulu, kami tata ulang,” lanjut dia.
Sturman juga menyoroti pentingnya konsistensi antara regulasi yang dibuat pemerintah, lembaga eksekutif, dan keterlibatan masyarakat. Ia mengingatkan pengelolaan hutan tidak bisa dilakukan sembarangan, baik oleh perusahaan maupun masyarakat adat, dan harus tetap dalam koridor hukum.
Baca juga: Komisi XII DPR Sidak ke Belawan, Temukan Industri Buang Limbah ke Laut hingga Timbun Limbah di Rawa
“Hutan negara dan hutan hak, termasuk hutan adat, semua tetap dalam pengendalian Kementerian Kehutanan. Yang diberikan hak mengelola, bukan berarti boleh seenaknya. Termasuk masyarakat pun, boleh mengelola tapi tidak boleh merusak,” tegas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Komisi IV DPR RI berkomitmen untuk mendengarkan berbagai aspirasi dari para pakar, pemangku kepentingan, hingga masyarakat adat dalam proses penyusunan RUU ini. Tujuan adalah agar peraturan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kepentingan bersama dan menjaga kelestarian hutan sebagai sumber energi, sumber daya alam, dan penyangga kehidupan.
“Peraturan ini harus sinkron, dan semua elemen bangsa harus paham bahwa hutan itu penting. Kalau salah kelola, bencana alam bisa terjadi,” kata dia.
Baca juga: Bersepeda, Kampanye Melawan Pencemar dan Merebut Kembali Langit Biru Indonesia
Janji buka dialog
Oleh karena itu, partisipasi bermakna (meaningful participation) penting dalam proses penyusunan RUU ini. Seperti tahapan penyusunan undang-undang harus dilaksanakan secara bertahap dan sistematis. Mulai dari perencanaan hingga penyusunan naskah akademik, kemudian perumusan draf RUU.
Namun sebelum sampai ke tahap tersebut, DPR secara aktif mendengarkan pendapat berbagai pihak, khususnya para ahli dan masyarakat yang berkepentingan terhadap isu kehutanan.
“Kami sudah sampai pada tahapan revisi undang-undang, dimulai dengan naskah akademik. Tapi sebelum draf undang-undangnya kami buat, kami dengarkan dulu para pakar, itu bagian dari partisipasi masyarakat yang bermakna,” ujar Sturman.
Baca juga: Baru 19 Persen Wilayah di Indonesia Memasuki Musim Kemarau
Ia menekankan proses ini tidak sekadar formalitas. Namun harus benar-benar mencerminkan suara masyarakat, termasuk pakar, aktivis lingkungan, pengelola dan pengguna hutan, pemerintah, serta masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan.
“Jangan sampai batasan hutan yang sudah diatur dalam undang-undang itu dihilangkan begitu saja. Makanya hari ini kami undang para profesor (dan) doktor dari berbagai perguruan tinggi. Nanti juga akan dilibatkan LSM-LSM lingkungan,” tambah dia.
Komitmen terhadap keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi merupakan bagian dari tata tertib yang harus dijunjung tinggi DPR. Makna partisipasi bukan hanya memenuhi kewajiban prosedural, tetapi benar-benar mendengarkan dan mempertimbangkan masukan dari berbagai elemen masyarakat.
Baca juga: KKP Larang Jual Beli Pulau, Tapi Boleh Dimanfaatkan Pemodal Luar dan Dalam Negeri
“Ini penting banget, karena status hutan itu harus kami perhatikan,” imbuh dia.
RDPU kemarin menghadirkan lima pakar kehutanan dari berbagai perguruan tinggi. Mereka diminta untuk memberikan pandangan akademis mengenai arah perubahan regulasi kehutanan yang akan datang. Komisi IV DPR berencana terus membuka ruang dialog sebelum draf final RUU dibahas lebih lanjut di tingkat legislatif. DPR menyatakan upaya ini bentuk komitmen menjaga kelestarian hutan sebagai aset penting bangsa dan penopang ekosistem global. [WLC02]
Sumber: DPR
Discussion about this post