Wanaloka.com – Sekitar 200 perwakilan masyarakat pesisir dari seluruh Indonesia bertemu untuk berbagi pengalaman, menguatkan solidaritas, dan merumuskan langkah-langkah konkret untuk memperjuangkan hak mereka pada 8-10 Oktober 2024 di Jakarta. Mereka akan hadir dalam Temu Akbar Masyarakat Pesisir 2024: Memperjuangkan Kebaharian Indonesia yang digelar organisasi sipil akar rumput, yakni Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Humanis, Trend Asia, Bina Desa, YLBHI, PIKUL, WGII, JKPP, Indonesia for Global Justice (IGJ), Greenpeace Indonesia.
Organisasi sipil ini akan memperkuat advokasi dan solidaritas masyarakat pesisir Indonesia. Juga keberlanjutan kelestarian ekosistem pesisir utama Indonesia dari segala kebijakan yang sewenang-wenang yang belakangan makin merajalela dari peraturan yang dikeluarkan rezim pemerintah Jokowi.
Dalam acara tersebut, mereka juga akan menyoroti beberapa isu kritis pesisir, termasuk eksploitasi wilayah pesisir oleh industri ekstraktif, kriminalisasi nelayan kecil, dan ancaman perubahan iklim yang semakin nyata. Hal-hal tersebut erat kaitannya dalam memperjuangkan penegakan kedaulatan pangan, kedaulatan ruang, serta keadilan iklim.
Baca Juga: Pri Utami, Pemanfaatan Energi Geothermal Masih 11 Persen dari Total Potensi 40 Persen di Indonesia
“Selama ini, masyarakat pesisir telah berjuang sendiri menghadapi ketidakpastian. Melalui Temu Akbar ini, kami berharap bisa membangun kekuatan kolektif yang lebih besar dan mendesak pemerintah untuk lebih memikirkan keberlanjutan kelestarian ekosistem pesisir, dan juga keadilan bagi masyarakat pesisir,” jelas Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati dalam siaran tertulis yang diterima Wanaloka.com, Senin, 7 Oktober 2024. Kiara adalah organisasi masyarakat sipil yang memperjuangkan hak-hak masyarakat pesisir dan kelautan di Indonesia.
Organisasi sipil akar rumput itu menilai, dalam 10 tahun terakhir keputusan-keputusan rezim Joko Widodo sering kali mengutamakan kepentingan investor. Sementara hak-hak konstitusional masyarakat pesisir yang telah dijamin Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3 Tahun 2010, malah diabaikan.
Putusan MK ini menegaskan bahwa masyarakat pesisir memiliki hak konstitusional dalam mengakses laut secara bebas. Masyarakat pesisir juga berhak mengelola wilayah pesisir berdasarkan pengetahuan lokal dan kearifan komunitasnya; berhak mendapatkan manfaat dari sumber daya laut dan pesisir; serta bisa menikmati perairan yang bersih dan sehat.
Baca Juga: Walhi Menduga Penggeledahan KLHK Terkait Dugaan Korupsi Pemutihan Sawit di Kawasan Hutan
Trend Asia menambahkan, kerusakan di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di Indonesia terus terjadi karena pendekatan pengelolaan negara yang mengabaikan prinsip ekologi dan keberlanjutan. Negara lebih mementingkan keuntungan bagi korporasi, bukan kesejahteraan rakyat, apalagi keadilan ekologis. Pola pikir ekstraktif ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengakibatkan kerugian besar bagi negara.
“Di penghujung kepemimpinan Presiden Jokowi, kebijakan seperti hilirisasi energi dan ekspor pasir laut semakin memperburuk situasi, mempersempit ruang hidup masyarakat pesisir dan merampas sumber ekonomi mereka,” kata Juru kampanye Advokasi Trend Asia, organisasi masyarakat sipil independen yang bergerak sebagai akselerator transformasi energi dan pembangunan berkelanjutan di Asia, Martha Kumala Dewi.
Daerah yang telah mengalami dampak buruk peraturan rezim Jokowi, seperti Pulau Rempang, Wawonii, pesisir Bantaeng, dan Kepulauan Halmahera, dikhawatirkan akan berlanjut di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran kelak.
Discussion about this post