Wanaloka.com – Pemerintah disinyalir tengah gencar mendorong penggunaan biomassa kayu menjadi solusi transisi energi dan pemotongan emisi karbon. PLN punya rencana mendorong pembakaran bersama (co-firing) biomassa kayu di PLTU batu bara dalam porsi hingga 10 persen. Biomassa kayu dipandang netral karbon dengan asumsi, bahwa karbon yang lepas dari pembakaran kayu akan diserap kembali oleh pohon baru.
Persoalannya, ekspansi perkebunan kayu atau Hutan Tanaman Energi (HTE) secara masif untuk memenuhi kebutuhan kayu justru akan menimbulkan deforestasi dan memunculkan emisi berlebih serta menimbulkan konflik lahan dan kebakaran hutan. Proyek co-firing juga digunakan sebagai strategi PLTU batu bara untuk membangun citra bersih dan menunda pemensiunan.
Atas dasar itu pula, sebanyak 29 lembaga masyarakat sipil melalui keterangan pers tertanggal 25 Oktober 2023 mengeluarkan pernyataan bersama menolak pemanfaatan biomassa kayu dalam strategi transisi energi pemerintah. Selain memperpanjang masa pelepasan emisi kotor dan polusi di sektor pembangkitan, co-firing biomassa juga menambah kerentanan masyarakat adat dan warga sekitar hutan yang bergantung pada kelestarian keanekaragaman hayatinya.
Baca Juga: Tertunda Pandemi 2021, Watchdoc Terima Penghargaan Ramon Magsaysay
Mengapa menolak biomassa kayu jadi solusi transisi energi?
Dalam misi transisi energi dan melawan perubahan iklim, Indonesia sedang mengejar target 23 persen bauran energi pada tahun 2023. Solusinya, pemerintah gencar mendorong penggunaan biomassa. Biomassa pelet kayu didorong, baik menjadi bahan campuran batubara (co-firing) di PLTU atau digunakan sendirian di Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm).
Dalam peta jalan PLN, Indonesia punya target ambisius untuk tidak memberlakukan co-firing hingga 10 persen di 52 PLTU. Sejauh ini, pemerintah mengklaim mereka sudah menurunkan emisi karbon hingga 717.616 ton dengan pembakaran 668.869 ton biomassa melalui proyek co-firing di 41 PLTU.
Namun Riset Trend Asia membantah klaim tersebut, karena perhitungan pemerintah berdasarkan klaim netral karbon pembakaran biomassa yang keliru. Dalam perhitungan Trend Asia, pembakaran pelet kayu dalam jumlah tersebut akan menghasilkan 1.188.160 juta ton emisi setara karbon. Klaim netralitas karbon didasari asumsi, bahwa emisi karbon dari pembakaran biomassa di PLTU akan diserap oleh HTE. Sementara ekspansi HTE yang masif untuk memenuhi permintaan biomassa kayu dari PLTU co-firing justru akan mendorong deforestasi yang menghasilkan emisi baru.
Baca Juga: Gunung Api Dukono Kembali Meletus, Ini Daftar Gunung Paling Aktif Erupsi
Berdasarkan data Forest Watch Indonesia, saat ini terdapat 420 ribu hektare hutan alam di dalam 31 konsesi HTE yang akan terdeforestasi saat perusahaan mulai beroperasi. Dalam penelitian Trend Asia, untuk target ambisius co-firing 10 persen biomassa di seluruh PLTU Indonesia, pengembangan HTE akan menimbulkan deforestasi seluas satu juta hektare. Pemanfaatan biomassa dalam skala ini akan menimbulkan utang karbon yang tidak akan terlunasi, karena pertumbuhan pohon di perkebunan kayu tidak akan mengejar kecepatan pembakaran.
Deforestasi juga mengganggu berbagai fungsi pendukung hutan yang berkelindan dengan ekosistem. Dimana hutan berfungsi menunjang pangan, air, dan keanekaragaman hayati. Deforestasi dari perluasan HTE dapat mengganggu daur alam dan mengganggu pertanian warga. Mengingat hutan juga berperan menjaga stabilitas tanah yang berperan besar mengikat karbon. Deforestasi dapat mengganggu keseimbangan yang berujung pada emisi yang tidak diperhitungkan di luar pembakaran.
Atas dasar data-data tersebut, Tak heran, puluhan lembaga masyarakat sipil itu menengarai co-firing biomassa lebih berperan sebagai strategi PLTU untuk bersolek dan menjual citra bersih ketimbang menjadi strategi efektif mengurangi emisi. Strategi itu dimanfaatkan PLTU untuk menunda pemensiunan. Akibatnya, penderitaan warga sekitar PLTU yang selama ini dirundung masalah kesehatan, gangguan terhadap ruang hidup, dan pekerjaan mereka akibat polusi kian panjang. Polusi PLTU mengganggu hasil panen warga, membatasi aktivitas nelayan, dan terbukti berujung pada berbagai penyakit pernapasan bagi masyarakat sekitar.
Baca Juga: Aktivitas Gempa Susulan Laut Banda Maluku Dalam Empat Hari 161 Kali
Apa saja seruan alasan penolakan lembaga-lembaga masyarakat sipil peduli lingkungan?
Manajer Program Bioenergi Trend Asia, Amalya Reza: “Implementasi co-firing di 41 PLTU yang dianggap aksi heroik pemerintah terkait transisi energi sebenarnya hanya narasi greenwashing yang merupakan kebohongan publik. Dalam momen tahun politik, narasi greenwashing tersebut menjadi justifikasi untuk pemberian izin-izin baru HTE. Implikasinya tidak berhenti pada deforestasi, tapi perampasan lahan, eskalasi bencana hidrologis dan memperuncing konflik penguasaan lahan. Pemerintah sedang tidak melakukan apa-apa terkait transisi energi, kecuali memperburuknya.”
Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian: “Pembangkitan listrik menggunakan campuran batu bara dan kayu (co-firing biomassa) sebagai dalih transisi energi bersih, sesungguhnya adalah bentuk perdagangan krisis. Dimana sama sekali tidak menjawab persoalan krisis iklim dan ketidakadilan energi yang terjadi. Sudah saatnya negara belajar dan menyusun kebijakan yang menjamin keselamatan rakyat dan lingkungan berbasis hak serta pemulihan.”
Pengkampanye FWI, Agung Ady Setyawan: “Pemerintah melalui KLHK telah memetakan luas potensi pengembangan HTE seluas 1,29 juta Hektar untuk memenuhi kebutuhan biomassa. Sayangnya, dari 13 perusahaan yang telah berkomitmen untuk bertransformasi dari HTI ke HTE selama rentang 2017-2021 telah mendeforestasi hutan alam seluas 55 ribu hektare, dan sebanyak 420 ribu Ha hutan alam tersisa juga terancam dirusak untuk kepentingan pembangunan HTE kedepan (planned deforestation). Jika ini yang dimaknai transisi energi oleh pemerintah, maka ini keliru. Pembangunan HTE untuk menghasilkan biomassa kayu (bioenergi) yang berasal dari deforestasi tidak bisa diklaim sebagai energi bersih dan tergolong sebagai energi terbarukan.”
Discussion about this post