Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi menilai sidang putusan yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo tersebut tidak memiliki legitimasi di mata masyarakat adat, meskipun legal.
Baca juga: Karhutla Juga Terpantau di Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Kalimantan Selatan
“UU (KSDAHE) ini boleh saja dianggap legal oleh para pengambil kebijakan dan Mahkamah Konstitusi. Tapi bagi kami, proses pembentukan UU KSDAHE serta Putusan MK ini tidak mencerminkan partisipasi penuh dan efektif. Dalam kacamata masyarakat adat, UU KSDAHE ini legal, but not legitimate,” kata Rukka usai pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak uji formil UU KSDAHE, Kamis, 17 Juli 2025.
Menurut Rukka, pengesahan UU KSDAHE tanpa partisipasi penuh dari masyarakat adat dan tidak efektif. Ia menyoroti dari 21 pembahasan, hanya dua yang dibuka untuk umum. Sementara, masukan dari masyarakat adat dan masyarakat sipil sama sekali tidak diakomodir.
“Hal ini memperkuat temuan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Konservasi Berkeadilan bahwa sebagian besar dokumen rapat tidak bisa diakses publik,” ungkap dia.
Baca juga: Bambang Hero, Ada Dua Rekomendasi Hadapi Peningkatan Karhutla Ekstrem
Direktur Advokasi Kebijakan Hukum AMAN, Muhammad Arman selaku tim kuasa hukum pemohon dari Tim Advokasi untuk Konservasi yang Berkeadilan menilai MK tidak konsisten terhadap putusan sebelumnya. Mengingat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah menetapkan standar partisipasi bermakna (meaningful participation) dalam proses legislasi.
“Putusan MK yang menolak permohonan kami, AMAN, Walhi, Kiara, dan Mikael Ane sekaligus menjelaskan bahwa MK tidak konsisten menerapkan putusannya sendiri. Putusan MK 91 tentang partisipasi penuh dan bermakna telah diabaikan,” tegas Arman.
Partisipasi formal semata, seperti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tidak cukup. Proses legislasi harus dibuka secara penuh, transparan, dan akuntabel bagi publik. Apalagi bila menyangkut wilayah dan sumber penghidupan masyarakat adat.
Baca juga: Hasil Tinjauan BNPB, Kebakaran Lahan dan Hutan Terjadi di Seluruh Wilayah Riau
“Dengan permohonan uji formil ini, pemerintah dan DPR harus mulai menata ulang proses legislasi yang inklusif, demokratis, dan menghormati keberadaan masyarakat adat sebagai penjaga hutan dan keanekaragaman hayati,” kata Ketua Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Syamsul Alam Agus yang juga salah satu kuasa hukum pemohon dari Tim Advokasi untuk Konservasi yang Berkeadilan.
Koalisi pemohon akan terus mengawal pelaksanaan UU KSDAHE dan memastikan masyarakat adat tidak lagi disingkirkan dari kebijakan yang menyangkut ruang hidup dan wilayah adat.
Penyusunan aturan pelaksana
Sementara Satyawan Pudyatmoko berdalih, latar belakang revisi UU 5 Tahun 1990 yang umurnya sudah lebih dari 34 tahun itu untuk penguatan. Bukan perubahan pengelolaan konservasi di Indonesia.
Baca juga: Temuan Indonesian Wild Shiitake, Bukti Jutaan Spesies Jamur Belum Terungkap
“Ini adalah penguatan yang kami lakukan terhadap UU 5 Tahun 1990,” ujar Satyawan.
Beberapa penguatan tersebut dilakukan untuk menghadapi komplkesitas permasalahan konservasi di Indonesia. Seperti ada konvensi-konvensi internasional, pembagian peran pemerintah daerah dan masyarakat, penegakan hukum terutama mengenai sanksi pidana yang terlalu ringan dan soal pendanaan-pendanaan konservasi.
“Memang ada beberapa penguatan yang ingin kami masukkan untuk menghadapi semakin kompleksnya permasalahan konservasi di Indonesia,” jelas dia.
Baca juga: Riset Paleotsunami Temukan Jejak Tsunami Raksasa Dua Kilometer dari Bandara Yogyakarta
Ia mengklaim penetapan putusan MK telah melalui proses persidangan yang Panjang. Juga selalu dihadiri Kuasa Hukum Presiden dalam hal ini dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Biro Hukum Kementerian Kehutanan, dan Biro Hukum Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup.
Dalam persidangan, keterangan Presiden dibacakan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dan telah menghadirkan tiga saksi. MeliputiPenasihat Utama Menteri Kehutanan/Universitas Brawijaya, Bambang Hendroyono; Rinekso Soekmadi dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, dan Prof. Satya Arinanto dari Universitas Indonesia.
Putusan MK tersebut menjadi jalan Pemerintah menyusun aturan-aturan perundangan turunannya. Targetnya, aturan pelaksana itu rampung satu tahun ke depan sesuai amanat keputusan itu. [WLC02]
Sumber: Kementerian Kehutanan, AMAN
Discussion about this post