Menurutnya, skenario dan arahan pemanfaatan SDH Indonesia di atas hanya gambaran kecil dari penerapan perencanaan spasial. Pada dekade mendatang, perkembangan ilmu dan teknologi akan semakin pesat. Tantangannya adalah kemampuan dalam memanfaatkan ilmu dan teknologi tersebut dalam perencanaan spasial SDH agar lebih transparan, partisipatif dan kolaboratif.
“Namun, penerapan teknologi semata belum mampu mengurai permasalahan pengelolaan SDH. Dibutuhkan pengetahuan atau bidang ilmu lainnya seperti ilmu sosial, ekonomi dan politik,” imbuh Buce.
Baca Juga: Hujan Es, Dampak Perubahan Iklim dan Membawa Polutan
Penerapan ilmu dan teknologi penginderaan jauh (remote sensing), Sistem Informasi Geografis (SIG) dan teori pengambilan keputusan akan sangat menunjang perencanaan spasial SDH. Mengingat perkembangan penelitian dalam inventarisasi hutan berbasis penginderaan jauh telah mencapai banyak hal. Mulai dari perbaikan teknik klasifikasi, degradasi hutan dan deforestasi, pendugaan parameter tegakan, estimasi kandungan karbon dan biomassa hutan, pendugaan produktivitas hutan dan pertumbuhan hutan, serta kajian segmentasi berdasarkan objek.
Kegiatan pemantauan SDH juga sangat terbantu oleh perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Melalui teknologi tersebut, pangkalan data (database) spasial dapat dibangun secara akurat berdasarkan peta dan data hasil inventarisasi secara time series. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan pemantauan perubahan lanskap setiap saat. Sementara itu, keberadaan SDH yang telah diukur, termasuk keterkaitannya dengan area di sekitarnya, membutuhkan alat untuk perencanaan dan evaluasi yang bersifat menyeluruh (komprehensif).
“Maka dibutuhkan teori pengambilan keputusan dalam merumuskan keputusan yang lebih konsisten dan objektif,” kata Buce. [WLC02]
Sumber: ipb.ac.id, 24 Februari 2022
Discussion about this post