Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Unpad itu mempertanyakan, ada tidaknya otonomi setiap daerah dalam mengurus pemantauan kegunungapian. Otonomi diperlukan agar rantai penyampaian informasi peringatan dini ke masyarakat menjadi lebih cepat.
“Penaikan status gunung api kan oleh instansi pusat. Artinya, ada rentang birokrasi laporan dari pos pengamatan di sekitar Semeru, lapor kepada Vulkanologi, terus ke atas lagi ke Badan Geologi. Itu terlalu jauh,” kritik Nana.
Sistem peringatan dini yang optimal juga perlu didukung sarana dan sumber daya manusia. Seperti ketersediaan pos dan peralatan pengamatan hingga dukungan ahli vulkanologi yang secara spesifik mengetahui seluk beluk karakter gunung berapi dan mau bekerja di wilayah pengamatan.
Baca Juga: Pasca Gempa Cianjur Sudah 334 Jenazah Ditemukan, 8 Korban Masih Hilang
“Dulu mungkin sekolah geologi belum banyak. Sekarang sudah puluhan program studi teknik geologi menyebar di Indonesia,” imbuh Nana.
Selain sistem peringatan dini yang harus optimal, Nana juga mendorong ada peta detail mengenai aliran lahar. Adanya material erupsi menumpuk di tubuh gunung berapi yang berupa endapan awan panas, ditambah dengan cuaca ekstrem sangat rentan terjadi luapan lahar panas maupun dingin.
“Pemetaan potensi lahar panas dan dingin harus selalu diperbarui,” ucap Nana. [WLC02]
Discussion about this post