Wanaloka.com – Hingga kini, sekurangnya 343 Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) masih menggunakan sistem open dumping. Sementara data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) mencatat timbulan sampah sepanjang 2024 mencapai 27,74 juta ton atau sekitar 76 ribu ton per hari. Dari jumlah tersebut, sampah makanan sisa menjadi penyumbang terbesar, hampir 40 persen, yang akhirnya menumpuk di TPA.
Artinya, persoalan sampah di Indonesia kembali menjadi sorotan mengingat berbagai TPA kelebihan kapasitas. Bahkan pernah menimbulkan bencana longsor di TPA Leuwigajah, Cimahi, pada 2005.
Menjawab tantangan ini, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) meluncurkan inisiatif strategis berupa penyusunan kebijakan pemanfaatan sampah organik menjadi pupuk organik dan pembenah tanah. Kebijakan ini menargetkan pengelolaan sampah organik hingga 100 persen pada 2029 sesuai sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Baca juga: Pertemuan Menteri Lingkungan Hidup se-ASEAN, Krisis Lingkungan Global Tak Kenal Batas Negara
Selain menjadi solusi terhadap persoalan lingkungan, kebijakan ini juga diharapkan mendukung swasembada pangan berkelanjutan, mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, menjaga kesuburan tanah, serta memperkuat ketahanan energi dan pemulihan lahan kritis.
Staf Ahli Menteri Bidang Kelestarian Sumberdaya Keanekaragaman Hayati dan Sosial Budaya, Noer Adi Wardojo, menegaskan pengelolaan sampah organik merupakan bagian dari strategi nasional untuk mengubah limbah menjadi sumber daya produktif melalui ekonomi sirkuler.
“Langkah ini tidak hanya meningkatkan kualitas lingkungan, tetapi juga mendorong budaya bersih di tengah masyarakat sekaligus memperkuat layanan publik yang berorientasi keberlanjutan,” jelas Noer Adi, Kamis, 11 September 2025.
Baca juga: Blood Moon, Fenomena Alam Saat Bulan Purnama dan Dapat Diprediksi Jauh Hari
Inisiatif ini menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, koperasi, NGO, dan masyarakat. Model bisnis berbasis ekonomi sirkular akan menghubungkan rantai dari hulu ke hilir, mulai dari pemilahan sampah di sumber, pengumpulan terpilah, pengolahan dengan teknologi terbukti, hingga distribusi pupuk organik yang dihasilkan.
Dampaknya diharapkan tidak hanya bagi lingkungan. Melainkan juga peningkatan kesejahteraan petani dan komunitas lokal yang menjadi bagian dari ekosistem pengelolaan.
Pertemuan konsultasi pertama bersama para pemangku kepentingan telah digelar pada 22 Agustus 2025. Hasilnya, stakeholders memberi dukungan dan menyatakan kesiapan untuk menjadi mitra dalam implementasi kebijakan. Pertemuan lanjutan dijadwalkan berlangsung pada minggu kedua September, sebelum aturan resmi diterbitkan pada Oktober 2025.
Baca juga: Legislator NTT Desak APH Ungkap Kasus Kematian Vian Ruma Sesuai Fakta
Discussion about this post