Wanaloka.com – Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI mendorong soliditas parlemen negara-negara Asia untuk menagih janji pembiayaan iklim yang sudah disepakati negara maju. Mengingat komitmen pendanaan iklim negara maju belum terwujud menyeluruh.
Padahal, negara berkembang dan tertinggal menjadi pihak yang paling terdampak perubahan iklim, baik dari sisi kapasitas pembangunan hingga situasi bencana.
“Pendekatan prinsip common but differentiated responsibilities with respective capabilities dalam implementasi Paris Agreement itu perlu ditunjukkan dengan kepemimpinan dan komitmen pembiayaan iklim dari negara maju. Ini keharusan,” tegas Ketua Delegasi BKSAP DPR RI Mardani Ali Sera dalam pertemuan Parlemen negara Asia (Asian Parliamentary Assembly/APA) Standing Committee on Sustainable Development, 7-9 Desember 2024 di Manama, Bahrain.
Baca Juga: Cegah Banteng Jawa Punah Lewat Reintroduksi di CA Pananjung Pangandaran
Sebelumnya, komitmen pembiayaan iklim dari negara maju untuk negara berkembang dan tertinggal yang dijanjikan meningkat hingga US$300 miliar per tahun dari sebelumnya US$100 miliar per tahun pada 2035. Hasil keluaran COP ke-29 di Baku Azerbaijan, yakni Baku Climate Unity Pact perlu disambut oleh APA dan menjadi bagian resolusi isu lingkungan (Resolution on Environmental Issues).
“Dokumen kesepakatan Konferensi Negara Pihak UNFCCC ke-29 perlu dipahami oleh parlemen negara-negara Asia yang bergabung di APA. Sehingga kami dapat persisten dan berkelanjutan mendesak peran terdepan negara maju dalam menangani dampak perubahan iklim,” usul Politisi Fraksi PKS ini.
Dorong pengurangan energi fosil
Parlemen negara-negara Asia berkumpul di Bahrain untuk berdiskusi terkait pembangunan berkelanjutan. Juga membahas isu-isu utama, seperti pasar energi di Asia, lingkungan, keuangan dan pertumbuhan ekonomi, pemberantasan kemiskinan, SDGs, air dan sanitasi hingga inisiatif pembiayaan iklim di Asia.
Baca Juga: Komisi IV DPR Usulkan RUU Perlindungan Lahan Atasi Alih Fungsi Lahan Pertanian
Dalam Forum APA tersebut, Mardani juga menyampaikan gagasan-gagasan utama untuk diakomodasi dalam kesepakatan pertemuan Parlemen Asia. Sejalan dengan komitmen peningkatan bauran energi Indonesia, ia menyerukan perlunya pengurangan energi fosil dengan memaksimalkan energi terbarukan hingga penegasan pentingnya negara-negara di Asia menciptakan nilai tambah bagi mineral kritis untuk transisi energi.
“Parlemen Asia dalam mendorong kebijakan energi dan lingkungan perlu mengintegrasikan prinsip 10 Deklarasi Rio atau Demokrasi Lingkungan dalam proses pembuatan UU dan kebijakan,” kata dia.
Untuk menopang pendanaan, DPR mendorong Parlemen Asia menagih janji komitmen negara-negara maju dalam pembiayaan iklim sekaligus menggali pola inovasi pembiayaan iklim. Salah satu catatannya, perlu upaya reformasi kebijakan fiskal dan finansial global. Ia menyambut baik kesepakatan di level PBB yang mendorong penyusunan UN Framework Convention on International Tax Cooperation dan kedua protokolnya.
Baca Juga: Gempa Dangkal Tektonik Bengkulu Selatan Guncangannya Dirasakan Banyak Orang
“Proses negosiasi antarpemerintah untuk penyusunan konvensi tersebut akan segera dimulai. Jadi negara-negara di Asia perlu saling berkoordinasi untuk menyamakan pandangan agar terwujud konvensi yang inklusif, seimbang, dan mewakili aspirasi seluruh negara baik maju, berkembang, dan yang tertinggal,” saran dia.
Dalam isu besar pembangunan berkelanjutan khususnya SDGs, BKSAP mendorong agar Parlemen Asia dapat bersinergi dengan pemerintah untuk membangun mekanisme akuntabilitas berskala global dan nasional terkait pelaksanaan SDGs, termasuk dalam upaya pemberantasan kemiskinan, hingga hak atas air dan sanitasi.
Tiga resolusi isu lingkungan
Discussion about this post